Ketua Komisi III DPR: Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong Sesuai Konstitusi

Oleh: Ahda Bayhaqi
Jumat, 01 Agustus 2025 | 12:16 WIB
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. (BeritaNasional/Elvis)
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. (BeritaNasional/Elvis)

BeritaNasional.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyatakan bahwa pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto, termasuk kepada Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, merupakan langkah yang tepat dan sesuai dengan konstitusi serta hukum yang berlaku di Indonesia.

Habiburokhman menjelaskan ketentuan Presiden memberikan amnesti dan abolisi kepada terpidana telah diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945. Pemberian pengampunan hukuman itu juga merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi.

"Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 secara jelas memberikan hak kepada Presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi," ujar Habiburokhman kepada wartawan, Jumat (1/8/2025). 

Ia menambahkan, bila merujuk pada penjelasan Pasal 14 UUD 1945 sebelum amandemen, hak tersebut merupakan konsekuensi dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara yang bertindak demi kepentingan bangsa dan negara.

"Secara teknis, pemberian amnesti dan abolisi tersebut berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Pemberian Amnesti dan Abolisi," bebernya.

Menurutnya, dasar hukum itu masih berlaku dan menjadi rujukan sah dalam pengambilan keputusan oleh Presiden dengan pertimbangan DPR.

Habiburokhman juga menekankan bahwa wacana amnesti dan abolisi bukan hal baru di DPR. Sejak 2019, isu ini sudah menjadi perhatian, terutama berkaitan dengan persoalan overcapacity di lembaga pemasyarakatan (LP). 

"Rata-rata setiap LP mengalami overcapacity hingga 400 %. Lebih dari setengah penghuni LP kebanyakan adalah pengguna narkotika. 

Selain itu, politisi Partai Gerindra tersebut, pemberian amnesti secara selektif bisa menjadi solusi efektif untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas di lapas. Apalagi sejak disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2023, pendekatan terhadap tindak pidana telah mengalami perubahan mendasar.

"Artinya pendekatan kita terhadap peristiwa hukum pidana bukan lagi sekedar penghukuman tetapi sudah bergeser menjadi proses reintegrasi sosial dan pemulihan korban," tandasnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: