NasDem: Pengibaran Bendera One Piece Bentuk Ekspresi Politik, tapi Salah Alamat

Oleh: Ahda Bayhaqi
Sabtu, 02 Agustus 2025 | 13:34 WIB
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (Beritanasional/Elvis)
Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (Beritanasional/Elvis)

BeritaNasional.com - Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menilai pengibaran gambar bendera tengkorak ala anime dan manga One Piece merupakan bentuk ekspresi politik sebagian kelompok masyarakat, terutama anak muda. Sayangnya, kata dia, diarahkan ke sasaran yang tidak tepat. Willy mengingatkan jangan sampai mengurangi rasa cinta Tanah Air.

"Ini adalah ekspresi politik yang sayangnya salah alamat. Gugatan terhadap pemerintah jangan sampai mengurangi patriotisme atau rasa cinta Tanah Air," ujarnya, Sabtu (2/8/2025).

Ketua Komisi XIII DPR RI ini menilai tindakan tersebut menggambarkan ketidakmampuan sebagian masyarakat membedakan antara negara dan pemerintah.

"Gugatannya ditujukan terhadap pemerintah, tapi yang kena adalah negara. Ini menunjukkan kurangnya literasi sebagian anak bangsa tentang mana negara, mana pemerintah," ujar Willy.

Namun, menurutnya, pengibaran bendera One Piece tidak bisa disamakan dengan tindakan melecehkan simbol negara. Bendera tersebut juga bukan bendera terlarang seperti bendera separatis atau negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia.

"Selama tidak melecehkan Merah Putih, misalnya menempelkan simbol One Piece di atasnya, maka itu bukan pelanggaran serius. Saya lihat juga posisinya di bawah Merah Putih," kata Willy.

Masyarakat diminta menyikapi fenomena ini secara proporsional. Agar masyarakat tidak terjebak dengan pemikiran-pemikiran tertentu.

"Membunuh nyamuk tidak perlu menggunakan granat atau mesiu. Responnya harus tetap proporsional. Jangan sampai kita terjebak dalam provokasi," ujarnya.

Willy menilai ekspresi politik masyarakat ini muncul dari kalangan muda yang penuh energi, idealisme, dan keberanian menggugat ketidakadilan. Sayangnya sering kali tidak dibarengi dengan nalar yang cukup.

"Ekspresinya jadi sporadis, meskipun genuine dan unik," ujarnya.

Willy menekankan bahwa tugas negara adalah menyelenggarakan kehidupan bersama yang berkeadilan dan mensejahterakan warganya. Jika itu bisa diwujudkan, maka ekspresi semacam ini akan kehilangan gaungnya. 

"Kalau negara hadir dengan keadilan dan kesejahteraan, bendera One Piece pun tak akan digubris, karena gugatan itu tak relevan," ucapnya.

Meski begitu, ia menolak gagasan untuk merespons aksi ini dengan tindakan represif atau bahkan ajakan dialog langsung kepada pelaku pengibaran. 

"Fenomena semacam ini cukup dicermati dan dipahami. Jangan justru terjebak dalam provokasi," jelasnya.

Willy mengajak semua pihak untuk memperbaiki kanal-kanal dialog di dalam kehidupan berbangsa. 

"Kalau tidak ada dialog, itu bukan bernegara, tapi berkuasa. Jangan-jangan ini muncul karena ruang-ruang dialog tersumbat," katanya.

Menutup pernyataannya, Willy berpesan agar masyarakat tetap memperjuangkan keadilan dengan cara yang benar. 

"Menggugat ketidakadilan itu bagus, tapi jangan salah alamat. Jangan lupa, Indonesia ini rumah kita. Kalau ada tikus di rumah, jangan rumahnya yang dibakar," pungkasnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: