September Effect: Mengapa Pasar Saham dan Crypto Sering Melemah di Bulan Ini?

Oleh: Imantoko Kurniadi
Selasa, 02 September 2025 | 17:02 WIB
Ilustrasi aset kripto. (foto/doc. PINTU)
Ilustrasi aset kripto. (foto/doc. PINTU)

BeritaNasional.com -  Bagi banyak investor global, bulan September punya reputasi yang kurang bersahabat. Ini bukan soal mitos atau kepercayaan lama, melainkan data historis yang konsisten menunjukkan penurunan performa pasar—baik di bursa saham tradisional maupun pasar aset digital seperti crypto. Fenomena musiman ini dikenal luas sebagai September Effect.

Apa Itu September Effect?

Istilah September Effect merujuk pada tren menurunnya kinerja pasar saham setiap bulan September. Pola ini telah tercatat sejak awal abad ke-20 di pasar saham Amerika Serikat.

Indeks-indeks utama seperti S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average (DJIA) cenderung mencatatkan hasil terburuk sepanjang tahun di bulan kesembilan ini.

Beberapa peristiwa besar bahkan memperkuat reputasi September sebagai bulan koreksi. Contohnya, krisis pasar pada tahun 1929 dan 2008, yang keduanya terjadi menjelang akhir kuartal ketiga. Koreksi tajam tersebut tidak hanya berdampak pada saham, tapi juga menular ke pasar lain, termasuk crypto.

Pasar Crypto Juga Terkena Dampaknya

Menurut Fahmi Almuttaqin, analis di Reku, pola serupa juga terlihat di pasar crypto. “Bitcoin, yang dikenal dengan volatilitasnya, juga menunjukkan pola serupa. Sejak tahun 2013, data historis mencatat rata-rata return Bitcoin di bulan September cenderung negatif. Tapi menariknya, dalam dua tahun terakhir, September memberikan return positif baik bagi Bitcoin maupun Ethereum, meskipun masih menjadi bulan dengan rata-rata return historis terburuk bagi Bitcoin sejauh ini,” jelas Fahmi, dikutip dalam keterangannya, Selasa (2/9/2025).

Ada beberapa faktor utama yang dianggap memicu terjadinya September Effect:

Likuiditas Global Mengetat
Setelah liburan musim panas, banyak investor institusi kembali aktif dan mulai menyesuaikan portofolio mereka.

Momen Ekonomi Krusial
Bulan September sering kali menjadi waktu rilis data ekonomi penting dan pengumuman suku bunga dari The Fed. Volatilitas pasar cenderung meningkat saat mendekati keputusan FOMC, membuat pelaku pasar bersikap lebih hati-hati.

Akhir Kuartal dan Rebalancing Portofolio
Akhir Q3 menjadi waktu umum bagi institusi keuangan melakukan rebalancing portofolio—entah untuk profit-taking atau tax-loss selling. Ini menciptakan tekanan jual tambahan di pasar.

Ekspektasi Negatif
Karena September Effect sudah menjadi "rahasia umum", banyak investor yang secara proaktif menjual aset untuk menghindari potensi rugi, yang justru memperparah tren penurunan itu sendiri.

2025: Apakah September Akan Berbeda Tahun Ini?

Namun tahun 2025 membawa nuansa yang sedikit berbeda. Menurut Fahmi, ada beberapa faktor yang bisa menahan atau bahkan membalikkan tren negatif di bulan ini:

“Tahun 2025 ini, situasi pasar global memiliki dinamika unik. Pasar kripto, khususnya Bitcoin dan Ethereum, mendapatkan dukungan kuat dari arus dana institusional seperti melalui instrumen ETF Spot yang terus menarik minat investor besar. Suplai uang pada indikator US M2 Juli yang dirilis 26 Agustus lalu juga kembali meningkat menyentuh angka tertinggi baru sepanjang masa,” tambah Fahmi.

Jika The Fed memutuskan menurunkan suku bunga pada pertemuan pertengahan September nanti, hal ini bisa menjadi katalis positif bagi aset berisiko, termasuk saham dan crypto.

Strategi Investasi: Jangan Hanya Bergantung pada Musim

Meski pola musiman seperti September Effect bisa memberikan wawasan, investor disarankan untuk tidak menjadikannya satu-satunya acuan.

“Alih-alih panik atau mengambil keputusan jual secara impulsif, strategi yang dapat dilakukan investor ialah memantau faktor fundamental dan makroekonomi yang sedang terjadi untuk mengambil keputusan investasi yang lebih bijaksana. Pola musiman hanyalah salah satu dari sekian banyak indikator yang harus dipertimbangkan dalam strategi investasi,” jelas Fahmi.

Diversifikasi juga menjadi kunci. Mengombinasikan investasi di saham AS dan aset crypto bisa membantu mengelola risiko lebih baik, terutama dalam kondisi pasar yang tidak menentu.

Crypto Blue Chip: Pilihan Aman di Tengah Volatilitas

Bagi investor pemula atau mereka yang lebih konservatif, memilih aset crypto dengan kapitalisasi pasar besar bisa menjadi langkah awal yang bijak. Beberapa nama yang sering direkomendasikan antara lain:

  • Bitcoin (BTC)
  • Ethereum (ETH)
  • Ripple (XRP)
  • Solana (SOL)

“Terlebih, periode pasar saat ini cenderung lebih volatil dimana rotasi kapital di altcoin cenderung lebih dinamis dan aset-aset besar tersebut dapat memiliki ketahanan lebih tinggi. Apabila sentimen bullish berkembang, koin-koin tersebut biasanya menjadi pilihan utama para investor besar,” tandas Fahmi.

Melalui fitur Packs di Reku, investor kini bisa dengan mudah mendiversifikasi portofolionya tanpa harus memilih aset satu per satu. Fitur ini menawarkan paket investasi crypto yang sudah dikurasi berdasarkan potensi dan kapitalisasi pasar.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: