Bahas RUU Pemerintahan Aceh, JK Ungkap Sumber Utama Konflik di Aceh

Oleh: Ahda Bayhaqi
Kamis, 11 September 2025 | 15:51 WIB
JK saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum RUU Pemerintahan Aceh. (BeritaNasional/Ahda)
JK saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum RUU Pemerintahan Aceh. (BeritaNasional/Ahda)

BeritaNasional.com -  Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), mengungkap bahwa akar utama konflik di Aceh adalah ketidakadilan ekonomi.

Menurutnya, meskipun Aceh memiliki kekayaan alam yang melimpah seperti gas dan minyak, masyarakat setempat justru mengalami ketimpangan ekonomi yang cukup tajam.

Pernyataan itu disampaikan JK saat menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Aceh bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (11/9/2025).

"Di Aceh, apa masalahnya? Aceh sangat kaya sumber daya alam gas, minyak pada waktu itu. Tapi apa yang diperoleh masyarakat Aceh tidak sebanding dengan kekayaan alamnya. Maka timbul pemikiran yang berakhir menjadi konflik dengan negara. Jadi, masalah di Aceh itu karena ketidakadilan ekonomi," ujar JK.

Politikus senior Partai Golkar ini juga membantah bahwa konflik di Aceh disebabkan oleh persoalan syariah. Ia menegaskan bahwa dalam kesepakatan damai Helsinki, tidak ada satu pun poin yang menyebutkan isu syariah sebagai dasar konflik.

"Intinya, banyak orang mengatakan ini masalah syariah. Di MoU (Helsinki), kata ‘syariah’ satu pun nggak ada. Karena itu bukan masalah utamanya dibandingkan dengan kondisi yang ada," tegasnya.

JK kembali menekankan bahwa ketimpangan ekonomi menjadi pemicu utama. Ia menyayangkan, meski gas alam dieksploitasi besar-besaran di Aceh pada masa itu, masyarakat Aceh justru tidak mendapat kesempatan kerja yang memadai.

"Masalahnya karena ketimpangan ekonomi yang dirasakan masyarakat Aceh. Padahal, gas dihasilkan luar biasa di Aceh pada waktu itu. Tapi justru orang Aceh tidak banyak yang bekerja, malah pekerjanya dari luar," pungkas JK.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: