Eks Menteri PANRB Azwar Anas Buka Suara Usai Diperiksa Kejagung Terkait Korupsi Chromebook

BeritaNasional.com - Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI (PANRB) Abdullah Azwar Anas buka suara terkait dengan pemeriksaanya sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Rabu (24/9/2025).
Azwar Anas mengaku dirinya diperiksa bukan kapasitas sebagai mantan menteri, melainkan sebagai eks kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP).
“Kami sebagai kepala LKPP pada periode Januari–September 2022 memberi keterangan terkait tahapan/prosedur pengadaan sesuai aturan pengadaan barang/jasa pemerintah,” kata Azwar Anas saat dikonfirmasi pada Kamis (25/9/2025).
Keteranganya diperlukan sebagai saksi atas kasus korupsi dugaan pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022 di Kemendikbudristek soal proyek laptop Chromebook.
“Adapun proses pembelian barang/jasa dilakukan masing-masing K/L maupun Pemda,” ujarnya.
Namun, politikus PDI Perjuangan (PDIP) tersebut tidak menjelaskan lebih terperinci terkait materi pemeriksaan. Termasuk berapa jumlah pertanyaan dan lamanya waktu pemeriksaan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa mantan menteri PANRB Abdullah Azwar Anas sebagai saksi pada Rabu (24/9/2025).
“Benar, yang bersangkutan hari ini diperiksa sebagai saksi,” kata Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna saat dikonfirmasi.
Diketahui, Kejagung menetapkan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim sebagai tersangka kelima dalam kasus korupsi tersebut. Sebelumnya, ada empat orang ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun, keempat tersangka sebelumnya adalah Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbud Ristek, Mulatsyah (MUL) sebagai Direktur SMP Kemendikbud Ristek, Juris Tan (JT) selaku eks staf khusus Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arif (IBAM) selaku Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.
Mereka dijerat dugaan persekongkolan jahat berujung korupsi terhadap program digitalisasi tersebut. Berkaitan bantuan laptop Chromebook dengan anggaran keseluruhan Rp 9,3 triliun yang berujung kerugian negara sekira Rp 1,98 triliun.
Akibatnya, para tersangka dijerat sesuai Pasal 1 Ayat 14 juncto Pasal 42 Ayat 1 juncto Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 16 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 13 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 9 jam yang lalu