DPR Minta Kementerian PKP Cari Skema Baru Usai Tapera Dibatalkan MK

Oleh: Ahda Bayhaqi
Selasa, 30 September 2025 | 11:41 WIB
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda.  (BeritaNasional/Ahda)
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda. (BeritaNasional/Ahda)

BeritaNasional.com - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syaiful Huda menilai, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) harus lebih kreatif mencari skema pembiayaan baru program pembangunan tiga juta rumah. Sebab Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Tabungan Perumahan Rakyat yang mewajibkan pekerja menjadi peserta Tapera.

"Kami menghormati putusan MK karena sifatnya final dan mengikat. Tetapi ini menjadi pekerjaan rumah tambahan bagi Kementerian PKP untuk lebih kreatif menyusun sumber pendanaan alternatif agar program prioritas Presiden ini tetap berjalan," ujar Huda dalam keterangannya, Selasa (30/9/2025).

Secara substansi, UU Tapera lahir dari semangat mempermudah pekerja memiliki rumah. Namun, MK menilai melaksanakan di dalamnya mengandung unsur pemaksaan dan bertentangan dengan konstitusi.

"Kalau dari sisi substansi, bisa diperdebatkan. Tapi karena MK sudah memutus, tentu kita hormati. Yang penting semangat menghadirkan rumah layak bagi masyarakat, khususnya pekerja, tidak boleh berhenti," ujar Huda.

Politikus PKB ini mengingatkan kebutuhan rumah layak masih sangat besar. Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan nasional mencapai 12,7 juta unit pada 2023. Data Susenas bahkan menyebut backlog kepemilikan rumah berada di angka 9,9 juta rumah tangga. Beberapa kajian lain menaksir backlog bisa menyentuh 15 juta unit jika dihitung dengan metode data tunggal nasional.

“Backlog jutaan unit ini harus segera dikurangi. Program tiga juta rumah tidak boleh tersendat hanya karena kendala pembiayaan," ujarnya.

Huda menambahkan, pembangunan rumah rakyat bukan hanya upaya memenuhi backlog, tetapi juga motor penggerak ekonomi nasional. Oleh karena itu program 3 juta rumah harus menjadi concern bersama. 

"Program tiga juta rumah bisa menyerap tenaga kerja, menggerakkan sektor UMKM, hingga menghidupkan rantai logistik bahan bangunan. Jadi jangan dimaknai semata soal pemenuhan kebutuhan rumah, tapi juga instrumen untuk menggairahkan ekonomi rakyat," jelasnya.

Huda mendorong Kementerian PKP menyusun roadmap pembiayaan perumahan yang lebih inovatif. Skema kemitraan dengan perbankan, pengembang, dan investor swasta, termasuk instrumen keuangan seperti obligasi hunian rakyat atau sukuk perumahan, menurutnya bisa dipertimbangkan. 

"Negara tidak boleh berhenti mencari jalan. Rumah adalah kebutuhan dasar rakyat, dan program tiga juta rumah adalah amanat yang harus direalisasikan. DPR siap mendukung bila pemerintah menghadirkan skema baru yang feasible dan pro rakyat,' pungkasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materiil perkara nomor 134/PUU-XXII/2024 terkait Undang -Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo saat sidang pada Senin (29/9/2025).

Salah satu poin pertimbangannya, Hakim MK Saldi Isra menyatakan norma wajib dalam UU Tapera yang disertakan dengan sanksi berpotensi menambahkan beban kelas pekerja. Padahal pekerja sudah berkontribusi dalam skema jaminan sosial yang ada.

"Mahkamah menilai bahwa keberadaan Tapera sebagai kewajiban, terlebih yang disertai dengan sanksi, tidak hanya bersifat tumpang tindih, tetapi juga berpotensi menimbulkan beban ganda," tutur Saldi.

Saldi menekankan bahwa kondisi itu justru tidak sejalan dengan esensi Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang pada pokoknya menegaskan kewajiban negara untuk mengambil tanggung jawab penuh atas kelompok rentan.

"Bukan justru mewajibkan mereka menanggung beban tambahan dalam bentuk tabungan yang menimbulkan unsur paksaan," kata Saldi.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: