Soal Kuota Haji 2026, Gus Irfan Jelaskan Mekanisme Pembagian 92-8 Persen
BeritaNasional.com - Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf menyampaikan perkembangan terbaru terkait kebijakan kuota haji tahun 2026 usai bertemu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (3/10/2025).
Saat ditanya mengenai pembagian kuota haji yang rencananya mencapai 221 ribu untuk tahun depan, pria yang akrab disapa Gus Irfan ini memastikan bahwa rasio alokasi kuota antara haji reguler dan haji khusus tetap mengikuti Undang-Undang (UU).
"Sebanyak 92 dan 8 persen masih tetap sesuai dengan UU (undang-undang)," kata Menteri Irfan Yusuf.
Rasio ini merujuk pada 92 persen kuota dialokasikan untuk jemaah haji reguler dan 8 persen untuk jemaah haji khusus.
Namun, yang menjadi pembahasan utama adalah mengenai mekanisme pembagian kuota 92 persen tersebut ke seluruh provinsi di Indonesia.
Gus Irfan mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengusulkan kepada DPR untuk kembali menggunakan aturan yang mengedepankan prinsip antrean murni, yaitu berdasarkan daftar tunggu, sebagai dasar pembagian kuota haji antarprovinsi.
"Hanya, kami kemarin sudah mengusulkan kepada DPR penggunaan pembagian 92 persen ke provinsi-provinsi itu kita gunakan kembali ke aturan yang ada di UU. Kita ingin menggunakan dasar antrean," tegasnya.
Menurut Gus Irfan, jika skema antrean sepenuhnya ini disetujui dan diterapkan, akan terjadi pemerataan masa tunggu di seluruh Indonesia.
"Jika kita gunakan antrean sepenuhnya, maka akan terjadi pemerataan, di seluruh Indonesia antrean akan menjadi 26,4 tahun, tidak seperti sekarang ini, ada yang 18 tahun, ada yang 40 tahun," jelasnya.
Meskipun telah mengusulkan skema antrean penuh, Gus Irfan menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu persetujuan dan masukan dari DPR. Ia juga membuka kemungkinan adanya opsi alternatif lain yang tetap sesuai dengan UU.
"Tentu kita masih menunggu persetujuan dari teman-teman di DPR, mudah-mudahan itu bisa dilakukan di sana atau kemungkinan ada alternatif lain yang tetap bisa diakui ada di dalam UU, yaitu campuran antara penggunaan berdasarkan antrean ataupun berdasarkan jumlah penduduk muslim," tandasnya.
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
POLITIK | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu



