Tata Kelola Pelayanan Publik Belum Sensitif Kerentanan Sosial, Budaya dan Historis

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Jumat, 14 November 2025 | 15:30 WIB
|Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro. (BeritaNasional/dok Ombudsman))
|Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro. (BeritaNasional/dok Ombudsman))

BeritaNasional.com -  Tata kelola pelayanan publik belum sensitif terhadap kerentanan sosial, budaya, dan historis warga yang dilayani. Hal ini berdasarkan tren pengaduan dan temuan malaadministrasi pelayanan publik bagi kelompok rentan terdapat pola yang sama yaitu peningkatan laporan pelayanan publik.

|Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro mengatakan peningkatan laporan menandai keberanian dan kesadaran warga untuk menuntut haknya karena terdampak atas berbagai hambatan sistemik. 

"Misalnya kesiapan SDM dan sarana prasarana serta inkonsistensi antara prosedur, koordinasi, dan regulasi," jelasnya.

Ia menyampaikan hal tersebut juga menegaskan konflik seperti tanah ulayat, tumpang tindih perizinan dan hambatan layanan dasar masih menjadi pola malaadministrasi yang terus berulang bagi kelompok rentan.

Kondisi itu menunjukkan instansi publik belum memiliki pendekatan inklusif, seragam, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Johanes kemudian menuturkan kelompok rentan merupakan setiap orang atau kelompok masyarakat yang mengalami hambatan dalam mengakses hak-hak dasar dan pelayanan publik, baik karena kondisi fisik, sosial, ekonomi, budaya, geografis, maupun politik.

"Kelompok rentan berisiko mengalami ketidaksetaraan, diskriminasi, dan eksklusi sosial, sehingga membutuhkan perlakuan dan akomodasi khusus agar dapat berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara," tutur dia.

Melansir Antara, Jumat (14/11/2025) hak kelompok rentan sudah dijamin dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, namun implementasinya dinilai masih kurang.

Dia menegaskan jangan hanya karena jumlah kelompok rentan sedikit, mereka tidak bisa mengakses layanan.

"Beri mereka perhatian karena mereka seringkali terabaikan," cetusnya. (Antara)

 sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: