Arkeolog Kuak Usia Artefak & Situs Purbakala dengan 2 Metode Penanggalan

Oleh: Tarmizi Hamdi
Selasa, 02 Juli 2024 | 08:45 WIB
Salah satu situs manusia purba di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. (Foto/Kemenparekraf)
Salah satu situs manusia purba di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. (Foto/Kemenparekraf)

BeritaNasional.com - Para arkeolog menguak situs purbakala dengan menggunakan metode penanggalan kosmogenik nuklida dan luminescene.

Diketahui, dalam arkeologi, metode penanggalan terbagi dalam dua kategori besar, yaitu penanggalan metrik dan relatif. Salah satu metode penanggalan metrik adalah kosmogenik nuklida dan luminescence. 

Para arkeolog, khususnya peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), saat ini berupaya melengkapi berbagai laboratorium yang dapat digunakan untuk kegiatan riset arkeologi dan riset lainnya. 

Salah satunya, laboratorium yang dilengkapi metode penanggalan dengan metode tersebut. 

Dalam kegiatan Sharing Session yang digelar BRIN pada Senin (1/7), peneliti dari Universitas Shantou Republik Rakyat Tiongkok juga Tu Hua menjelaskan metode penanggalan kosmogenik nuklida.

Menurut dia, kosmogenik nuklida adalah isotop-isotop yang dihasilkan ketika sinar kosmik dari angkasa luar berinteraksi dengan inti atom di tata surya, baik di bumi, atmosfer, meteorit, atau benda-benda lain di luar bumi. 

Interaksi ini dapat mengeluarkan sebuah nukleon, yaitu proton atau neutron dari atom dalam sebuah reaksi yang disebut spalasi sinar kosmis.

Lebih lanjut, disebutkan bahwa metode penanggalan kosmogenik nuklida dapat dimanfaatkan dalam menghitung usia lapisan geologi. 

Lapisan tersebut kaya akan kuarsa melalui kalkulasi waktu paruh 10Be (Berilium-10, isotop radioaktif berilium), dan 26Al (Aluminium-26, isotop radioaktif dari unsur kimia aluminium) menggunakan Accelerator Mass Spectrometry (AMS).

Tu Hua juga menampilkan berbagai implementasi metode penanggalan kosmogenik nuklida dalam berbagai temuan situs manusia purbakala di Tiongkok, seperti penemuan bagian tengkorak homo erectus lantianensis pada 1960-an.

“Saat itu, temuan ini diperkirakan berasal dari 1,2 juta tahun yang lalu. Namun dengan metode penanggalan terbaru pada 2015, temuan ini diperkirakan berasal dari 1,63 juta tahun yang lalu,” jelasnya.

Sementara itu, peneliti dari Sekolah Geografi dan Turisme Universitas Jiaying Republik Rakyat Tiongkok Mahmoud Abbas memaparkan mengenai metode penanggalan luminescence.

“Metode ini dapat secara langsung menentukan tanggal fitur lanskap, penanggalan mineral kuarsa, dan feldspar yang ada di mana-mana,” ujarnya.

Penanggalan dilakukan langsung pada peristiwa pengendapan. Rentang waktunya panjang hingga lebih dari 100 ribu tahun dan dapat meningkatkan presisi dengan cepat.

“Penanggalan luminescene merupakan teknik yang paling banyak digunakan dalam riset paleoklimatologi dan tektonik terestrial,” paparnya.

Mahmoud lalu menguraikan penanggalan luminescence menentukan usia mineral kristal seperti kuarsa dan feldspar menggunakan thermoluminescence dan optically stimulated luminescence, saat terakhir kali bahan tersebut terpapar panas atau sinar matahari yang signifikan. 

Hal ini berguna untuk menentukan penanggalan tembikar dan artefak batu, serta usia pengendapan sedimen.

Ia pun menjabarkan mengenai risetnya dalam mencari temuan situs purbakala di daerah Timur Tengah. 

Menurut Mahmoud, rute Afrika Utara merupakan jalur potensial penyebaran manusia. Lintasannya melalui Sinai dan Wadi Araba di gurun Negev ke daerah Levant/ Syam dan Arab.

Peneliti Pusat Riset Arkeometri BRIN Nico Alamsyah menekankan, sebagai arkeolog dan manusia pada umumnya, dirinya selalu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Hal itu tentang dari mana kita berasal dan kapan suatu hal itu terjadi.

“Lalu, penemuan-penemuan situs dan artefak itu sebagai sumber ilmu untuk mencapai rasa keingintahuan mereka di dalam menginformasikan sumber sejarah di masa lalu,” kata Nico.

Tanpa kemampuan menentukan usia situs purbakala dan konteks kultural di dalamnya, para arkeolog tidak akan mampu merekonstruksi perubahan dan kesinambungan suatu peradaban manusia dari waktu ke waktu. 

Oleh karena itu, diperlukan sebuah metode penanggalan yang terus menerus diperbarui untuk menguak usia artefak dan situs purbakala.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: