Kisah Para Petani Manfaatkan Burung Hantu Jadi Penjaga Sawah

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Jumat, 13 September 2024 | 06:00 WIB
Ilustrasi burung hantu jadi penjaga sawah (Foto/Pixabay)
Ilustrasi burung hantu jadi penjaga sawah (Foto/Pixabay)

BeritaNasional.com - Burung Serak Jawa  alias Tyto alba lebih umum dikenal sebagai burung hantu. Selama ini banyak orang desa mengaitkan burung hantu dengan mistis.

Namun mitos menyeramkan burung hantu perlahan hilang di Desa Tlogoweru, Kecamatan Guntur, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. 

Burung hantu jadi pahlawan bagi 3.000 jiwa yang kebanyakan merupakan petani.

Warga desa memanfaatkan burung hantu  jadi penjaga sawah dari serangan hama tikus. Hal yang perlu mereka lakukan hanya membuatkan rumah bagi burung-burung hantu tersebut di atas sawah.

Usaha ramah lingkungan ini diadopsi oleh sejumlah daerah untuk mengatasi kesusahan petani menghadapi serbuan hama tikus yang menggerogoti padi dan jagung.

Soetedjo merupakan pemikir yang meluncurkan ide pemanfaatan burung hantu untuk mengatasi hama tikus di desanya 24 tahun lalu.

“Ketika itu serangan tikus pada pertanian baik padi maupun palawija di atas 60 persen. Harapan petani untuk menikmati hasil panennya sangat minim," kata Soetedjo.

“Semua palawija, padi habis dimakan tikus,” katanya dikutip dari BBC.

Sekitar 225 hektare sawah di Desa Tlogoweru yang ditanami padi, jagung dan palawija hancur lebur akibat serangan hama tikus kala itu. Pemasangan perangkap dan umpan racun, hingga jebakan listrik untuk tikus sudah dilakukan. "Dari berbagai teknis gagal," ujar Soetedjo.

Akhirnya ia mencetuskan ide pemanfaatan burung hantu untuk mengatasi beringasnya hama tikus. 

“Saya mikir supaya tikus habis, siapa yang makan tikus. Kami buka literatur-literatur itu ada pemangsa tikus, ular, anjing, kucing, musang dan burung hantu," katanya.

Ia kemudian memilih memanfaatkan burung hantu.  Selama enam bulan, Tim Tyto alba yang dibentuk Soetedjo dan kelompok tani Desa Tlogoweru mempelajari seluk beluk burung hantu karekternya, dan habitatnya.

“Kita pelajari hidupnya, tempatnya, keluarnya malam hari dan pulangnya jam berapa. Betulkah itu makan tikus? Makanya kita punya karantina dan laboratorium untuk memastikan," ujarnya.

Sebanyak 8 burung hantu yang berhasil dikumpulkan warga di alam liar kemudian dimasukkan dalam karantina yang sebagian berkonstruksi jaring besi itu. Di dalamnya, telah diisi 200 ekor tikus.

“Ternyata dalam semalam habis dibunuh semua oleh Tyto alba. Makanya kita yakin Tyto alba pemangsa, predator dan pemakan tikus," terang Soetedjo.

Optimistis dengan cara ini, ia dan kelompok tani menciptakan belasan rumah burung hantu (rubuha). Rubuha melekat di tiang setinggi 4-5 meter di atas area sawah.

Lambat laun, keberadaan burung hantu sebagai penjaga sawah membawa perubahan signifikan bagi sektor pertanian di sana. Para petani bahagia dengan hasil panen yang melimpah ruah tanpa serangan hama tikus.
 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: