Begini Upaya Pelestarian Budaya Kaum Pedesaan Melalui Leksikon Bahasa

Oleh: Tim Redaksi
Kamis, 10 Oktober 2024 | 19:10 WIB
Ilustrasi upaya pelestarian budaya melalui leksikon bahasa. (Foto/Freepik)
Ilustrasi upaya pelestarian budaya melalui leksikon bahasa. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com - Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan budaya, banyak kosakata yang hilang atau paling tidak sudah jarang terdengar lagi di kampung. Terutama di kampung adat yang jauh dari kota.

Miftah Nugroho dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret memaparkan risetnya tentang relativitas bahasa terkait leksikon budaya. 

Ia berpendapat pengguna bahasa memakai bahasa untuk berinteraksi antar sesama. 

Namun interaksi tersebut secara tidak sadar terkendala budaya yang mereka pangku. Jadi, perilaku bahasa mereka merupakan cerminan dari budaya mereka. 

Sementara itu, relativitas bahasa bukanlah ide baru di bidang linguistik. Hal ini pernah terabaikan beberapa dasawarsa di pertengahan abad ke-20. 

“Saat itu, isu relativitas bahasa bangkit sebagai perlawanan terhadap universalitas bahasa yang diformalkan secara berlebihan oleh gramatika generatif dengan pandangan sentral yang tidak pernah bergeser ke ranah sintaksis,” jelasnya saat webinar bertajuk Masyarakat Rural dalam Bingkai Bahasa dan Budaya pada Selasa (08/10/2024).

Sementara itu, peneliti PR BSK BRIN, Dwi Atmawati menjelaskan risetnya terkait beberapa leksikon peralatan dapur tradisional dan modern di wilayah Magelang. 

Ia menguraikan mata pencaharian masyarakat Kabupaten Magelang yaitu bertani, berdagang, menjadi pegawai pemerintah, wiraswasta, karyawan swasta, dan perajin. 

Meski demikian, Dwi melihat bahwa kesadaran orang tua untuk menyekolahkan anaknya di sini relatif tinggi. 

“Meskipun penghasilannya mungkin tidak tinggi, tetapi orang tua itu punya kesadaran bahwa pendidikan itu penting, pergaulan mereka juga menjadi semakin luas,” jelasnya. 

Hal ini, menurut dia, ikut memengaruhi gaya hidup mereka yang kemudian juga berpengaruh pada perubahan peralatan dapur yang digunakan.

“Di sinilah kita akan melihat leksikon peralatan dapur tradisional dan modern yang sudah mengalami perubahan pada masyarakat. Peralatan dapur tradisional untuk menanak nasi, seperti dandang, juga kukusan, sudah tergeser oleh peralatan dapur modern seperti magic com, magic jar. Lalu pemanas air seperti ceret tergeser oleh water heater, juga dispenser. Sedangkan tungku dan anglo tergeser oleh kompor gas,” urainya.

Ia menyimpulkan penggunaan peralatan dapur modern dipilih dengan pertimbangan lebih efisien. 

Jika dilihat kondisi dari zaman ke zaman, peralatan dapur modern biasanya menggunakan tenaga listrik. 

Sementara itu, tenaga listrik pada masa lalu belum tersedia sampai ke pelosok-pelosok sehingga masyarakat memanfaatkan kayu atau arang sebagai bahan bakar untuk memasak.

Dia berpendapat pergaulan yang luas dan sesuatu hal baru yang dapat diakses secara mudah telah berpengaruh pada pola hidup sehari-hari. Termasuk dalam memilih peralatan masak yang dianggap lebih praktis dan efisien. 

Dalam kesempatan yang sama, peneliti PR BSK BRIN lainnya, Rini Esti Utami, menjelaskan penelitiannya tentang pelestarian kerajinan ukiran kayu Jepara melalui pengenalan istilah.

Kabupaten Jepara dikenal dengan sentra kerajinan kayu ukir yang menjadi ikon dan denyut nadi yang menggerakkan roda perekonomian kota tersebut. 

“Produk-produk ukiran Jepara sudah dikenal di berbagai negara karena telah diekspor ke berbagai penjuru negara,” terangnya.

Rini menjelaskan, seni ukir di Jepara pernah mengalami mati suri namun kembali berkembang dan mulai dikenal dunia internasional pada masa Kartini. 

Saat itu, hasil ukirannya berupa peti jahit, pigura, tempat rokok, tempat perhiasan, dan barang souvenir lainnya dipamerkan dan dijual ke Semarang dan Batavia (Jakarta). Kartini juga memberikan hadiah kepada teman-temannya di luar negeri.

Rini menyoroti salah satu upaya pelestarian seni ukir di Jepara dilakukan melalui pengenalan kosakata yang berkaitan dengan seni ukir di Kabupaten Jepara.

Terkait leksikon bahasa, ada beberapa Istilah dalam kerajinan ukir di Jepara yaitu istilah pada tahap pembuatan ukiran yaitu nggetak. Nggetaki adalah pengaplikasian pola dari kertas ke kayu. 

Lalu istilah ndasari yang mendasari pahatan pada kayu sebelum proses pengukiran dimulai. 

Kemudian mbukaki atau nggrabahi sebagai istilah dalam membentuk pahatan sederhana pada kayu atau papan sebagai langkah awal.

Sementara itu, mbenangi adalah membentuk garis lekukan pada motif ukiran. Terakhir adalah finishing sebagai tahap terakhir dalam membuat ukiran. Pada tahap akhir ini, ukiran dihaluskan sampai menjadi karya yang indah.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: