Doyan Kerupuk? Yuk Simak Sejarah dan Nilai Gizinya

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Jumat, 25 Oktober 2024 | 09:07 WIB
Kerupuk Putih (BeritaNasional/Freepik)
Kerupuk Putih (BeritaNasional/Freepik)

BeritaNasional.com -  Makan ditemani dengan kerupuk sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari aktifitas makan orang Indonesia. Sensasi garing serta kriuk saat digigit seakan menambah asik proses makan. 

Menilik  dari sejarahnya kerupuk atau krupuk adalah makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan, setelah dikukus disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak dijemur agar mudah digoreng.

Dikutip dari Wikipedia kerupuk pertama kali muncul di tanah Jawa dengan nama kerupuk rambak dan tercatat dalam naskah Jawa Kuno sejak sebelum abad ke-10 masehi.

Kerupuk udang dan kerupuk ikan adalah jenis kerupuk yang paling umum dijumpai di Indonesia dan harganya lumayan mahal. Sedangkan kerupuk aci atau kerupuk melarat yang dibuat dari adonan sagu dicampur garam, bahan pewarna makanan, dan vetsin harganya lebih relatif murah. Makanan ini biasanya dijual di dalam kemasan yang belum digoreng. Sedangkan kerupuk ikan dari jenis yang sulit mengembang ketika digoreng biasanya dijual dalam bentuk sudah digoreng.

Kerupuk kulit (yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau) dan kerupuk ikan yang sulit mengembang perlu digoreng sebanyak dua kali. Tahap pertama digoreng dengan minyak bersuhu rendah, tahap selanjutnya dipindahkan ke dalam wajan berisi minyak goreng yang sudah panas.

Kerupuk sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia sebagai hidangan pelengkap seperti gado-gado, nasi goreng, dan lain sebagainya, serta digunakan untuk lomba makan (kerupuk) pada peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.

Sejarah

Istilah kerupuk juga terdapat pada Kakawin Ramayana (pupuh 26.25 (31)), Kakawin Bhomantaka atau Bhomakawya (pupuh 81.36), Kakawin Sumanasantaka (pupuh 113.10) yang ditulis oleh Empu Monaguna pada era kerajaan Kediri (abad ke-12 masehi).

Kerupuk sudah ada di Jawa sejak abad ke-9 atau ke-10 masehi. Dalam Prasasti Taji Ponorogo peninggalan kerajaan Mataram Kuno, bahwa krupuk rambak yang mengacu pada kerupuk yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau, yang masih ada hingga saat ini sebagai krupuk kulit, dan biasanya digunakan dalam Masakan Jawa yang disebut krechek. Dalam perkembangannya, kerupuk menyebar ke seluruh nusantara dan rasanya bervariasi sesuai dengan bahannya. Dari Jawa, kerupuk menyebar ke berbagai wilayah pesisir Kalimantan, Sumatera, hingga Semenanjung Malaya.

Sementara itu menurut sejarawan dan penulis buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Nakanan Indonesia, Fadly Rahman. 

Kerupuk sudah tercatat dalam naskah Jawa kuno sejak sebelum abad ke-10 Masehi. Artinya kerupuk sudah menjadi makanan pendamping untuk masyarakat kuno pada saat itu. Salah satu kerupuk yang paling tua dan sudah lama dikonsumsi adalah rambak.

Dulunya rambak dibuat sebagai makanan yang memanfaatkan kulit sapi atau kerbau. Namun berbeda dengan kerupuk aci, kerupuk ini dibuat karena banyaknya produksi singkong di tanah Jawa pada abad ke-19. 

Kerupuk aci kerupuk bulat dan berwarna putih itu terbuat dari olahan singkong atau terkenal dengan sebutan “aci” dalam bahasa Sunda. Bahan utama kerupuk ini adalah singkong yang jumlahnya berlebih di Jawa khususnya pada abad ke-19. Pada masa ini singkong menjadi salah satu komoditas pangan yang paling diandalkan oleh masyarakat Jawa. 

Diduga kerupuk aci baru muncul pada abad ke-19, sehingga masyarakat Indonesia saat itu bertahan hidup dengan kerupuk. Masyarakat terpaksa memanfaatkan kerupuk sebagai bahan pangan pokok karena wilayah tersebut mengalami devisit pangan akibat perang dan bisa jadi tanam paksa. Tepung singkong dimanfaatkan sebagai kerupuk dan dijadikan lauk bagi rakyat biasa. Tepung singkong diolah lalu dicetak kemudian dijemur dan akhirnya digoreng. Rakyat Indonesia yang kurang berpunya hanya bisa menyantap kerupuk sebagai lauk. Sebab bahan makanan seperti daging sangat minim, dan jikalau ada di pasar harganya sangat mahal. Fadly juga memaparkan, tahun 1930-an hingga 1940-an masyarakat sangat kekurangan bahan pangan. Masyarakat hanya bisa makan dari kerupuk dan nasi, selain itu juga olahan bahan pangan yang murah seperti singkong.

 “Kalau sekarang makan kerupuk adalah hal yang biasa, tapi di balik itu kerupuk menjadi simbol keprihatinan,” ujar Fadly. 

Krecek dikutip dari Shutterstock/hilmawan nurhatmadi Rambak dimakan kalangan atas Sama-sama kerupuk, rambak dan kerupuk aci dikonsumsi oleh masyarakat yang kasta sosialnya berbeda. Rambak yang terbuat dari kulit sapi juga sering dikonsumsi oleh masyarakat Hindia Belanda kalangan atas seperti priyayi. 

Pada masa kerajaan, rambak dijadikan sebagai hidangan pelengkap pada saat jam makan tiba. Fadly mengatakan hal ini sama seperti masa sekarang yang menjadikan kerupuk sebagai makanan pendamping kegemaran masyarakat Indonesia.

Berapa Nilai Kalori Kerupuk Putih?

Kalori kerupuk putih berada di angka 65 kkal per kepingnya. Sebanyak 30% dari kalori tersebut berasal dari lemak, 60% dari karbohidrat, dan 5% dari protein. Begini perkiraan kandungan yang ada di dalam satu keping kerupuk putih:

Lemak sebanyak 2,11 gram.
Karbohidrat sebanyak 10,4 gram.
Protein sebanyak 0,83 gram.
Lemak jenuh sebanyak 0,158 gram.
Lemak tak jenuh ganda sebanyak 0,628 gram.
Lemak tak jenuh tunggal 1,225 gram.
Bisa dibilang, kerupuk putih minim akan kandungan gizi baik, dan didominasi dengan lemak, juga karbohidrat. Jika hanya mengonsumsi sesekali sebagai lauk pelengkap, rasanya sah-sah saja.

Namun jika terbiasa mengonsumsi dalam jumlah banyak, kerupuk bisa saja menyimpan penumpukan kalori dan lemak di dalam tubuh. Mengonsumsi 3 buah kerupuk putih saja hampir setara dengan kalori sepiring nasi putih. Jika kamu sedang dalam proses diet, sebaiknya hindari makanan yang satu ini, ya...sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: