Kementerian Komdigi Ungkap 4 Tantangan Industri Penyiaran di Masa Depan
BeritaNasional.com - Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Nezar Patria menjelaskan, tantangan pertama yang dihadapi industri media adalah penyebaran audiens.
Nezar menyatakan bahwa audiens kini tersebar ke berbagai platform. Fenomena ini sering disebut sebagai divergensi audiens, yang terjadi karena banyaknya platform yang kini dapat diakses oleh pemirsa.
"Dampaknya adalah pelaku industri penyiaran harus beradaptasi dengan kebiasaan baru, pemirsa yang terus berubah, sekaligus mencari cara untuk menarik perhatian audiens yang tersebar di berbagai platform," kata Nezar dalam seminar bertajuk 'Digitalisasi Penyiaran Tahun 2025-2029: Tren Bermedia Penyiaran, Teknologi, Bisnis, dan Respon Kebijakan' pada Rabu (6/11/2024) di Jakarta Pusat.
Tantangan kedua adalah kelebihan konten atau content overload. Nezar menjelaskan bahwa hal ini terjadi karena audiens kini tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga produsen atau pencipta konten.
"Saat ini, semua orang bisa menjadi seorang broadcaster. Anda tinggal di desa mana yang mungkin listriknya juga terbatas, tetapi ada banyak konten yang dihasilkan oleh warga-warga yang berada di pinggiran ini," ujar Nezar.
Nezar kemudian menyoroti fenomena di platform TikTok. Menurutnya, kini warga biasa dapat membuat konten dengan penonton yang mencapai jutaan orang, sebuah pencapaian yang bahkan sulit diraih oleh media lokal.
"Kalau kita lihat di platform TikTok, saya kira itu sangat menarik. Ada live streaming dari konten kreator, orang biasa, yang dengan berbagai kreativitasnya bisa mendapatkan audiens sampai jutaan. Bahkan dalam sekali live streaming, bisa ada puluhan ribu orang yang menonton. Dan ini belum tentu didapatkan oleh sebuah TV lokal yang dikelola oleh 30 atau 40 orang," ujar Nezar.
"Jadi, hanya satu orang saja yang menggunakan satu platform, katakanlah TikTok yang sangat populer saat ini, dan dia bisa mendapatkan audiens yang cukup besar. Ya, kontennya jangan ditanya isinya apa, kadang-kadang nyanyian lucu atau kekonyolan-kekonyolan yang bisa menjadi hiburan. Itu bisa menyerap begitu banyak perhatian dari publik," lanjutnya.
Tantangan ketiga adalah soal keberlanjutan industri penyiaran. Nezar mengatakan, isu ini masih menjadi perbincangan hangat karena banyak media yang belum menemukan model bisnis yang tepat untuk bertahan di era disrupsi teknologi informasi.
"Model periklanan tradisional yang selama ini digarap oleh industri penyiaran, kini mendapatkan tantangan serius dengan munculnya model bisnis lain. Termasuk model bisnis berlangganan, kemitraan untuk konten-konten bermerek, serta berbagai bentuk iklan digital yang kini menjadi pilihan bagi para pengiklan," beber Nezar.
Terakhir, tantangan yang dihadapi adalah copyrights wars atau perang hak cipta. Nezar menyebutkan bahwa distribusi konten digital yang begitu masif turut memicu pelanggaran hak cipta dan pembajakan.
"Kita saksikan begitu banyak konten yang asal cuplik, copy-paste, kemudian dikemas ulang, diberi label, dan ditampilkan. Hal ini dilakukan secara masif oleh para pengguna yang berperan sebagai produser dengan sangat bebas," kata Nezar.
"Ini juga mengancam keberlangsungan dan kepastian hak-hak mereka yang kreatif atau yang memproduksi konten dengan usaha dan biaya yang tidak sedikit. Kemudian, konten tersebut dicuri begitu saja untuk keuntungan komersial pihak lain. Tentu saja ini tidak adil dan merupakan perbuatan yang melawan hukum," sambungnya menandaskan.
4 bulan yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 17 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu