Presiden Prabowo Diharapkan Turun Tangan Selesaikan Polemik Konsil Kesehatan Indonesia

Oleh: Tim Redaksi
Selasa, 12 November 2024 | 15:45 WIB
Presiden Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto. (BeritaNasional/Doc. Tim Prabowo)
Presiden Indonesia periode 2024-2029, Prabowo Subianto. (BeritaNasional/Doc. Tim Prabowo)

BeritaNasional.com -  Perayaan Hari Kesehatan 2024 kali ini terasa berbeda bagi anggota Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang diangkat melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 31/M/2022 untuk masa jabatan lima tahun. Pasalnya, perayaan tahun ini diwarnai dengan polemik terkait kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mengingatkan bahwa sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) bekerja secara independen, tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun, termasuk Kementerian Kesehatan.

“Sehingga tidak boleh ada intervensi, termasuk pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan,” ujar Edy dalam keterangannya, Selasa (12/11/2024).

Namun, kebijakan yang baru diterbitkan justru menimbulkan kontroversi. Menteri Kesehatan, mengadakan seleksi untuk Konsil Kesehatan Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 12/2024. Seleksi tersebut hanya diberi waktu delapan hari, padahal biasanya Lembaga Non-Struktural (LNS) mendapatkan waktu yang lebih lama, yakni sekitar enam bulan.

Lebih lanjut, kebijakan tersebut juga dituangkan dalam Kepres 69/M/2024, yang menunjuk Ketua Konsil Kesehatan Indonesia yang terpilih dari unsur pemerintah, yakni pensiunan Dirjen Nakes. Hal ini semakin memperburuk kondisi, karena menimbulkan dugaan bahwa keputusan ini dapat berpotensi mengganggu independensi KKI.

“Demi menegakkan rasa keadilan, semestinya PMK 12/2024 dan Kepres 69/M/2024 batal demi hukum. Agar tak jadi preseden buruk bagi Lembaga Non-Struktural di Indonesia,” kata Dailami Firdaus, senator DKI Jakarta, yang juga menjabat Wakil Ketua Komite III DPD RI.

Dailami, yang juga merupakan Guru Besar Ilmu Hukum di Universitas Islam As-Syafi'iyah Jakarta, menekankan pentingnya penerapan asas non-retroaktif dalam kebijakan hukum. Menurutnya, kebijakan yang baru dikeluarkan seharusnya hanya berlaku untuk masa depan dan tidak berlaku surut ke belakang.

“UU yang baru, semestinya hanya mengikat untuk masa depan, dan tidak surut berlaku ke belakang. Ini berarti ketika adanya UU No. 17/2023 tentang Kesehatan, yang mengangkat Konsil Kesehatan Indonesia, tidak berarti, KTKI yang telah diangkat dengan Kepres 31/M/2022 dengan UU No.36/2014 bisa langsung selesai,” tutur Dailami.

Menurutnya, jika mengacu pada ketentuan dalam UU No. 17/2023 pasal 450 dan PP 28/2024 Pasal 1167, seharusnya KTKI tetap melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenangnya sampai dengan terbentuknya Konsil yang baru.

“KKI belum terbentuk, KTKI malah sudah langsung dibubarkan dengan Peraturan Menkes No. 12/2024. Ini namanya mengusik rasa keadilan. Hukum itu dibuat untuk menciptakan keadilan, guna mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan melindungi hak-hak individu,” ucap Dailami.

Sementara itu, Rachma Fitriati, Komisioner Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia-Perjuangan, menyampaikan harapan agar Presiden Prabowo segera menyelesaikan masalah terkait KTKI-Perjuangan. Keputusan-keputusan kebijakan ini memicu perdebatan dan harapan untuk mendapatkan keadilan di kalangan para tenaga kesehatan Indonesia, yang merasa terabaikan dalam proses pembuatan kebijakan tersebut.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: