Wantannas Ungkap Potensi Kerawanan Pilkada 2024

Oleh: Ahda Bayhaqi
Kamis, 14 November 2024 | 14:49 WIB
DPR (BeritaNasional/Oke Atmaja))
DPR (BeritaNasional/Oke Atmaja))

BeritaNasional.com -  Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Sesjen Wantannas) Laksdya TNI T.S.N.B Hutabarat mengungkap daerah kerawanan pada Pilkada 2024.

Ada tiga tingkat tersebar di beberapa wilayah.
Wilayah tersebut yakni 5 provinsi tergolong rawan tinggi, 21 provinsi rawan sedang, dan 8 provinsi rawan rendah.

"Rawan tinggi sebanyak 5 provinsi atau 15%. Rawan sedang sebanyak 21 provinsi atau 62%, dan rawan rendah sebanyak 8 provinsi atau 24%," ungkapnya. 

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (14/11/2024) dia juga menyampaikan potensi kerawanan pilkada bisa terjadi dalam momentum tertentu. Seperti pendaftaran calon, penyebaran hoaks, isu SARA, ujaran kebencian, netralitas aparat sampai mobilisasi pendukung pasangan calon kepala daerah.

Sayangnya ia tidak mengungkap provinsi mana saja yang dimaksud tersebut.

"Mobilisasi bermuatan identitas dan sengketa antara calon perseorangan dengan lembaga penyelenggara pemilu"

Selain itu potensi kerawanan juga bisa terjadi pada pelaksanaan kampanye. Seperti kampanye hitam, politik uang, bentrokan antar pendukung, sampai perusakan alat kampanye.

Kerawanan ini juga bisa terjadi yang disebabkan logistik yang tidak tepat waktu, manipulasi data logistik pemilu, kekurangan logistik di TPS sampai teror dan intimidasi kelompok tertentu.

"Maka perlu ada antisipasi pada saat tahapan pengadaan"
 
Lebih lanjut dikatakan pada masa tenang juga perlu diperhatikan kampanye terselubung, politik uang dan kampanye akun anonim di media sosial. Sementara pada pemungutan suara, bisa terjadi gangguan karena ancaman teror dan intimidasi.

"Ada juga manipulasi pelaksanaan pemungutan suara di wilayah pedalaman, dan pemungutan dan pencoblosan suara dengan sistim noken atau ikat," imbuhnya.

Di sisi lain pada penghitungan suara dan rekapitulasi juga berpotensi adanya aksi unjuk rasa. Aksi itu biasanya mendorong pemilihan ulang, sampai penolakan calon terpilih yang bukan dari orang asli.

"Sedangkan pada pengucapan janji calon terpilih bisa dilaksanakan unjuk rasa, penolakan calon terpilih, adanya upaya penggagalan pada saat pengambilan sumpah atau janji paslon dan bentrok yang berujung anarkisme antara masa pendukung dan massa paslon dengan aparat keamanan," tukasnya. sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: