Haris Rusly Moti: Pemerintahan Prabowo Sangat Hati-hati Menerapkan PPN 12 Persen
BeritaNasional.com - Aktivis gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti menilai pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto tidak akan anti kritik dan siap mendengarkan masukan dari beragam pihak.
Begitu juga mengenai penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan menjadi 12 % pada Januari 2025 mendatang.
“Saya yakin kritik dan masukan dari unsur ormas kemasyarakatan agama seperti MUI, KWI, PGI, Pengusaha, serta para intelektual dan ekonom terkait penerapan PPN 12 % pasti dipertimbangkan oleh pemerintahan Prabowo,” ujar Haris dalam keterangannya, Kamis (26/12/2024).
Menurutnya, setiap kritik dan masukan adalah “suplemen” yang justru memperkuat pelaksanaan dari kebijakan PPN 12 persen agar makin berpihak pada kepentingan rakyat.
“Saya yakin Presiden Prabowo pasti mendengar dan membaca aspirasi yang berkembang untuk menyempurnakan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat,” urainya.
Terkait kebijakan PPN 12% ini sendiri, memang bukan kebijakan yang diproduksi di era pemerintahan Prabowo. Namun, pemerintahan Prabowo tidak cuci tangan dan tetap bertanggungjawab.
“Saya kira bukanlah karakter Presiden Prabowo untuk menyalahkan masa lalu setiap menghadapi masalah dan tantangan. Saya yakin dalam penerapannya pemerintahan Prabowo sangat penuh kehati hatian. Kita tidak memaksakan agar kebijakan PPN 12 % ini diterima oleh seluruh rakyat dan dunia usaha,” ungkapnya.
Paling tidak, Haris berharap rakyat dan dunia usaha dapat memahami situasi sulit yang melahirkan kebijakan sulit yang mesti ditempuh oleh pemerintahan Prabowo dalam menerapkan PPN 12%.
Sesuai masukan dari pimpinan DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR-RI Sufmi Dasco Ahmad, agar kebijakan penerapan PPN 12 % jangan sampai makin memperlemah ekonomi dan daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Karena itu, penerapan PPN 12 % diutamakan untuk komponen pajak barang mewah.
“Saya yakin pemerintahan Prabowo sangat hati-hati dalam membuat kategorisasi terkait komponen barang mewah yang dikenakan PPN 12 %. Sehingga daya beli ekonomi rakyat tidak terganggu,” katanya.
Lebih jauh, Haris berharap perbedaan pandangan terkait penerapan PPN 12 % tersebut tidak melunturkan semangat persatuan dan kebersamaan dalam membangun ekonomi nasional.
“Saya berharap kita sama sama menjaga agar bangsa kita dijauhkan dari dampak negatif, baik ekonomi maupun politik, akibat pertikaian geopolitik yang diperkirakan memanas di tahun 2025,” pungkas dia.
Dia tidak memungkiri, dalam menghadapi situasi geopolitik “saling kunci” antara negara negara blok barat yang dipimpin USA & Uni Eropa versus China dan Rusia. Dampaknya adalah ambruknya konsensus pasar bebas yang telah sekian lama jadi mekanisme perdagangan global.
“Free trade atau pasar bebas maupun free investment berubah menjadi "Friendshoring". Peradangan pasar bebas berubah jadi perdagangan antar sesama negara se-blok atau se-sekutu atau se-poros geopolitik,” bebernya.
Kata Haris, situasi saling kunci geopolitik tersebut yang membuat ekonomi global diramal suram di 2025. Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyebut situasi global tersebut “komplex” dan “complicated, rumit dan ruwet.
Di dalam negeri, siapapun pemerintahan yang berkuasa pasti menghadapi kebijakan sulit dengan ruang pilihan kebijakan yang terbatas.
“Kadang pemerintah harus menempuh kebijakan tidak populer untuk memitigasi agar situasi geopolitik yang rumit dan ruwet tersebut tidak berdampak buruk terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat,” katanya.
6 bulan yang lalu
OLAHRAGA | 20 jam yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
POLITIK | 1 hari yang lalu