Denny JA, Chairil Anwar, dan Sapardi Djoko Damono Sama Berpengaruh di Mata AI

Oleh: Tim Redaksi
Minggu, 02 Februari 2025 | 17:42 WIB
Denny JA. (Foto/istimewa).
Denny JA. (Foto/istimewa).

BeritaNasional.com - Sebuah analisis berbasis kecerdasan buatan (AI) mengungkapkan bahwa pengaruh Denny JA dalam dunia sastra sama besar dan sama panjang dengan Chairil Anwar dan Sapardi Djoko Damono. Namun, ketiga tokoh ini meninggalkan jejak yang berbeda dalam sastra Indonesia.

Empat aplikasi AI—ChatGPT 4.0, Gemini 2.0, Perplexity, dan DeepSeek—dilibatkan dalam perbandingan ini. Hasilnya konsisten: Ketiganya memiliki pengaruh yang sebanding dalam lintasan sejarah sastra, namun dalam corak dan cara yang berbeda.

“Chairil Anwar adalah ikon revolusi sastra, Sapardi Djoko Damono adalah penjaga keindahan, sedangkan Denny JA adalah arsitek dan pembangun ekosistem sastra,” ujar Dr. Satrio Arismunandar, yang membuat analisis ini sebagaimana dalam keterangannya, Minggu (2/2/2025).

Menurut AI, Chairil Anwar merombak konvensi sastra Indonesia dengan gaya yang lebih bebas dan padat. Puisinya, seperti Aku, menjadi manifestasi keberanian dalam menantang nasib dan kemapanan.

“Pengaruh Chairil ada dalam gaya dan semangatnya. Ia menginspirasi generasi penyair setelahnya untuk menulis dengan lebih bebas dan ekspresif,” kata Dr. Satrio Arismunandar.

Di sisi lain, AI mengenali Sapardi Djoko Damono sebagai penyair yang merayakan kesederhanaan dan kedalaman emosi dalam metafora yang halus. Puisinya, seperti Hujan Bulan Juni, telah menjadi bagian dari kesadaran kolektif bangsa.

“Sapardi adalah suara sunyi dalam sastra Indonesia,” jelas Dr. Satrio. “Ia mengajarkan bahwa kata-kata yang lembut bisa lebih tajam dari teriakan, dan dalam keheningan terdapat kedalaman.”

AI mendeteksi bahwa puisi Sapardi sering digunakan dalam momen reflektif, dari pernikahan hingga perpisahan, menunjukkan daya tarik universal yang tetap relevan sepanjang zaman.

Sementara itu, Denny JA dipandang oleh AI sebagai tokoh yang mengubah sastra menjadi gerakan yang berkelanjutan. Kontribusinya terbagi dalam tiga aspek utama:

1. Melahirkan genre baru: Puisi Esai

AI mengidentifikasi puisi esai sebagai format yang inovatif, menggabungkan narasi, data, dan refleksi sosial. Format ini relevan dalam era digital dan AI karena menghubungkan sastra dengan isu-isu sosial kontemporer.

2. Membangun komunitas sastra

Denny JA tidak hanya menulis, tetapi juga menciptakan ekosistem sastra yang aktif, termasuk mendanai komunitas sastra di ASEAN.

3. Menyediakan dana abadi bagi penghargaan sastra

AI mencatat bahwa pendanaan sastra yang dilakukan Denny JA mirip dengan Pulitzer Prize atau Man Booker Prize.

“Penghargaan sastra dengan dukungan finansial adalah fondasi yang memastikan sastra tetap hidup dalam jangka panjang. Denny JA tidak hanya berkarya seperti Chairil dan Sapardi, tetapi juga membangun sistem yang memungkinkan sastra bertahan dan berkembang,” tambahnya.

AI menyimpulkan bahwa pengaruh Denny JA, Chairil Anwar, dan Sapardi Djoko Damono sama besarnya dalam sejarah sastra Indonesia, tetapi dalam bentuk yang berbeda.

Chairil Anwar membawa revolusi estetika dan semangat kebebasan. Sapardi Djoko Damono menjaga keindahan sastra dengan kesederhanaan yang mendalam dan Denny JA menciptakan infrastruktur sastra yang berkelanjutan.

Menurut Dr. Satrio, perbedaan ini bukanlah hierarki, melainkan komplementer. “Chairil dan Sapardi menciptakan warisan dalam bentuk karya, sedangkan Denny JA membangun ekosistem yang memungkinkan sastra terus berkembang,” pungkasnya.

Dengan kesimpulan ini, AI memberikan perspektif baru dalam melihat sejarah sastra Indonesia. Jika Chairil dan Sapardi adalah seniman besar, maka Denny JA adalah arsitek sastra yang memastikan seni itu terus hidup di masa depan.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: