Korban Dugaan Pelecehan Rektor UP Datangi Kemendikbudristek RI, Ini Permintaannya

Oleh: Bachtiarudin Alam
Rabu, 23 April 2025 | 17:07 WIB
Ilustrasi pelecehan seksual. (Foto/Freepik)
Ilustrasi pelecehan seksual. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com -  Korban kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno, melalui kuasa hukumnya telah mendatangi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah III, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Pengacara korban, Amanda Mantovani dan Yansen Ohoirat, menyampaikan bahwa kedatangan mereka bertujuan mendesak Kemendikbudristek untuk mencabut gelar akademik Profesor milik Edie.

“Pada prinsipnya, kami meminta agar Kemendikbudristek mencabut gelar profesor, surat keputusan mengajar, jabatan akademik, hak mengajar, serta membatasi yang bersangkutan masuk dalam lingkungan akademik,” ujar Amanda kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).

Dugaan Intimidasi oleh Dosen Lain

Yansen juga menambahkan bahwa pihaknya telah melaporkan dugaan intimidasi oleh dua dosen terhadap korban, yakni DT dan YP. Pada 12 Februari 2024, korban RZ dipanggil oleh DT dan diminta mencabut laporan.

“Disampaikan bahwa tindakan itu berdasarkan perintah dari rektor saat itu. Artinya, relasi kuasa masih berlangsung hingga tahun 2024,” jelas Yansen.

Kemudian, pada 20 Januari 2025, giliran YP diduga melakukan intimidasi dengan menyampaikan bahwa korban harus dipindahkan dari rektorat ke fakultas atas perintah yayasan.

“Kalau kita lihat dari dua peristiwa ini, semuanya menunjukkan adanya relasi kuasa yang tidak terputus. Hal ini sudah lama kami duga,” lanjut Yansen.

Dalam laporan kedua, pihak korban juga meminta Kemendikbudristek menyelidiki kehadiran beberapa dosen dan staf UP dalam sebuah pertemuan mediasi yang digelar di Pondok Indah Mall (PIM) 2 pada 1 Februari 2024.

Mereka yang hadir dalam pertemuan itu antara lain: YS, Sekretaris Yayasan dan dosen,  NY, Wakil Rektor II, JH, Kepala Biro SDM, G, Kepala Biro Umum dan G, Staf Khusus Rektor.

“Pertanyaannya, apakah keberangkatan mereka atas agenda resmi? Apakah syarat administratifnya sudah dipenuhi? Dan yang paling penting, siapa yang membiayai kegiatan itu? Apakah Edie Toet Hendratno secara pribadi ataukah dana kampus?” tanya Yansen.

Harapan Sanksi Administratif

Pihak korban berharap agar Kemendikbudristek menjatuhkan sanksi administratif kepada Edie Toet Hendratno, serta dosen dan staf terkait, untuk mencegah intimidasi lebih lanjut terhadap korban.

“Korban RZ saat ini berada dalam perlindungan lembaga perlindungan saksi dan korban. Jadi, segala bentuk intimidasi harus dihentikan. Negara sedang melindungi seorang korban,” tegas Amanda.

Sebelumnya, dua korban, yakni DF dan RZ, juga melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual ini ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Bidang Propam Polda Metro Jaya.

Langkah ini ditempuh karena mereka merasa penyelidikan kasus berjalan lambat. Pengacara Amanda Mantovani dan Yansen Ohoirat menyebut, meski sudah 15 bulan berlalu, belum ada perkembangan signifikan maupun penetapan tersangka.

“Salah satu aduan kami adalah menyangkut profesionalisme penyidik, terutama dalam hal lamanya waktu penanganan perkara. Itu salah satu dari beberapa poin yang kami sampaikan,” ungkap Yansen, Rabu (9/4/2025).

Status Perkara: Sudah Masuk Penyidikan

Dalam perkara ini, Edie Toet Hendratno pertama kali dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh korban RZ pada 12 Januari 2024, kemudian korban lain, DF, melaporkannya ke Bareskrim Polri pada 29 Januari 2024.

Polisi telah menaikkan status perkara ke tahap penyidikan setelah ditemukan adanya unsur pidana dalam proses gelar perkara. Namun, hingga saat ini, belum ada penetapan tersangka.

“Perkembangan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum rektor di universitas swasta, saat ini perkaranya telah naik ke tahap penyidikan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, Jumat (14/6/2024).sinpo

Editor: Imant. Kurniadi
Komentar: