Tarif Baru AS Guncang Asia Tenggara, Filipina Berpotensi Untung

BeritaNasional.com - Sebuah studi terbaru menunjukkan Filipina berpotensi meraih keuntungan dari perubahan besar kebijakan tarif Amerika Serikat yang berdampak luas pada arus perdagangan global.
Negara ini termasuk yang paling sedikit terdampak di antara negara-negara Asia Tenggara lain dalam menghadapi tarif baru yang diterapkan AS.
Meski tidak sepenuhnya lolos dari dampak perang dagang global yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, Filipina hanya dikenakan tarif sebesar 17 persen. Angka ini adalah yang paling rendah dibanding empat negara tetangga yang turut dikaji dalam studi Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Vietnam.
Namun, studi tersebut juga mencatat bahwa Filipina belum memiliki infrastruktur dan investasi yang memadai untuk segera memanfaatkan peluang dari pergeseran perdagangan tersebut.
Sebagai perbandingan, Vietnam dan Thailand dikenakan tarif lebih tinggi, masing-masing sebesar 46 persen dan 36 persen, meskipun penerapannya masih ditangguhkan hingga Juli mendatang.
Penelitian yang dilakukan oleh Philippine Institute for Development Studies (PIDS) menggunakan Indeks Komposit Paparan Tarif untuk menilai tingkat kerentanan negara-negara terhadap kebijakan tarif baru AS. Filipina dan Indonesia sama-sama memperoleh skor 2,2, yang menempatkan mereka pada kategori risiko sedang. Namun, posisi keduanya tetap berbeda secara signifikan.
Meski memiliki skor risiko yang sama, Indonesia dianggap lebih rentan karena terkena tarif lebih tinggi, yaitu 32 persen, serta hanya 10 persen dari ekspornya ke AS yang mendapat pengecualian tarif. Komoditas utama Indonesia seperti minyak sawit dan alas kaki juga sangat sensitif terhadap perubahan harga.
Sementara itu, Filipina memiliki cakupan pengecualian tarif yang lebih luas, mencakup sekitar 33 persen dari total ekspornya ke AS, terutama di sektor bernilai tinggi seperti semikonduktor, chip memori, dan perangkat penyimpanan. Kombinasi antara tarif yang rendah dan perlindungan terhadap produk utama ini membuat Filipina lebih berpeluang untuk menarik investasi dan perdagangan yang berpindah arah.
“Filipina berada dalam posisi strategis untuk mendapatkan keuntungan,” tulis Rafaelita Aldaba, mantan Wakil Menteri Perdagangan yang menjadi penulis studi tersebut.
“Tarif yang rendah, cakupan pengecualian yang luas, serta tingkat paparan strategis yang moderat membuka peluang untuk menarik aliran perdagangan dan investasi baru,” ucapnya lebih lanjut.
Malaysia juga mencatatkan skor cukup baik dengan tarif sebesar 24 persen dan perlindungan terhadap hampir 46 persen ekspor ke AS, terutama di sektor elektronik dan peralatan semikonduktor. Negara ini memperoleh skor 2,8 dalam indeks risiko.
Di sisi lain, Vietnam dan Thailand menunjukkan tingkat kerentanan yang lebih tinggi, dengan skor masing-masing 3,4 dan 3,0. Kedua negara ini sangat bergantung pada pasar AS, namun memiliki cakupan pengecualian tarif yang lebih rendah. Vietnam, misalnya, mengekspor sekitar 35 persen dari total produknya ke AS, menjadikannya negara paling terdampak dalam studi tersebut.
Meski Filipina memiliki posisi relatif menguntungkan, studi ini memperingatkan bahwa negara tersebut masih tertinggal dari Malaysia dan Vietnam dalam hal kapasitas manufaktur, sistem logistik, dan kesiapan untuk menerima investasi baru.
“Kemampuan Filipina untuk mengubah keunggulan relatif ini menjadi manfaat ekonomi nyata akan sangat bergantung pada kecepatan pemerintah dalam merespons tantangan logistik, fasilitasi investasi, dan promosi ekspor yang terarah,” tutup laporan tersebut.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 7 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu