Dari Akademi ke Angkasa, Jalan Panjang Pengawal Langit Kepresidenan

BeritaNasional.com - Sosoknya jarang tersorot, bergerak dalam senyap mengawal setiap penerbangan seorang kepala negara. Peranya pun menjadi krusial dalam setiap misi untuk mendukung mobilitas kenegaraan. Ialah Pilot Kepresidenan, seorang prajurit TNI Angkatan Udara (AU) yang menjadi hasil cetakan langsung dari Skadron Udara 17 VVIP/VIP.
Sebagai satu-satunya titik markas perjalanan udara Pejabat Tinggi Negara termasuk Presiden dan Wakil Presiden. Kehadirannya bukanlah begitu saja atau mungkin instan lantaran prajurit yang ingin menjadi Pilot Kepresidenan harus melalui berbagai tahapan demi tahapan. Tidak ada jalan pintas, setidaknya butuh belasan tahun pendidikan dan pelatihan hingga mereka diberikan kepercayaan mengawaki pesawat terbang.
“Kurang lebih butuh sampai 12 tahun, lah. Untuk menjadi kapten pilot VIP atau VVIP,” kata Komandan Skadron Udara 17, Letkol Pnb Septi Arun Dwi Saputra saat berbincang dengan Beritanasional.com beberapa waktu lalu.
Jalan panjang itu masih teringat jelas dibenak Septi, sejak lulus sebagai taruna di Akademi Angkatan Udara ( AAU), 2005 silam. Usai lulus, dia kembali menempuh pendidikan di Sekolah Penerbang TNI AU di Lanud Adisutjipto Yogyakarta selama 18 bulan. Sampai akhirnya dia pun lulus pada tahun 2007 atau angkatan ke-74.
Dia bercerita, bahwa setiap prajurit akan menjalani masa konversi/transisi lebih dari dua tahun. Selama tahapan itu , para prajurit diberikan pelajaran lebih teknis tentang penerbangan, sekaligus menambah jam terbang dengan mengawaki beberapa pesawat dimiliki TNI AU.
“Saya join pertama di Skadron 2 dulu. Jadi waktu itu masih ada program namanya konversi pengenalan penerbangan pesawat angkut. Jadi kita dari yang tadinya kita pesawat latih kita diajarkan untuk penerbangan pesawat angkut Fokker F27,” ucapnya.
Setelah melewati puluhan kali latihan take off, landing, hingga menaklukkan langit dalam simulasi penerbangan nyata, perjalanan belum berakhir. Menjadi kandidat Pilot Kepresidenan bukanlah cita-cita yang bisa sekadar diikrarkan itu adalah kehormatan yang diam-diam dipilih.
Bukan karena keinginan pribadi, melainkan hasil sorotan tajam para instruktur yang mengamati dalam diam, menilai setiap gerakan, setiap detik di udara. Mereka yang terpilih adalah prajurit yang tak hanya mampu mengudara, tapi juga dipercaya mengawal perjalanan pemimpin negeri.
Sebab sejatinya, sejak awal menapakkan kaki di Sekolah Penerbang, setiap prajurit telah diarahkan menuju takdirnya masing-masing menuju langit yang akan mereka taklukkan. Ada tiga jalur yang menanti: penerbang pesawat tempur, penerbang pesawat angkut, dan penerbang helikopter. Namun hanya satu jalur yang menuntut kesempurnaan tanpa cela jalur menuju Skadron 17, tempat para penjaga langit pemimpin negeri dibentuk.
Jika dari sisi psikologi kriteria pesawat angkut dipilih prajurit yang dibutuhkan rasa kerjasama. Lalu, penerbang pesawat tempur dilihat dari kemampuan bekerja perorangan, mental kuat. Itu semua menjadi syarat yang harus dimiliki seorang calon Pilot Kepresidenan.
Mereka yang terpilih merupakan prajurit terbaik dari terbaik, untuk dicetak ke Skadron 17. Dengan hasil pendidikan yang baik, minim kesalahan, menjadi syarat mutlak bagi seorang Pilot Kepresidenan.
“Bisa dibilang ya kita cari yang terbaik lah. Namanya kita untuk masuk di penerbang VVIP. Makanya itu kita masukkan ke kriteria untuk rekrutmen jadi sebisa mungkin yang masuk ke sini yang benar-benar ibaratnya dia sesuai dengan hasil terbangnya,” terangnya.
Dia bercerita jika ditemukan kandidat calon pilot sebagaimana hasil tahapan seleksi, maka setiap prajurit akan digembleng oleh instruktur di Skadron 17. Kemudian para prajurit yang terpilih pada masa awal akan ditempatkan sebagai Co-Pilot Right Seat atau yang duduk sebelah kanan.
Selama menjalani fase itu, seorang penerbang hanya fokus untuk melatih kemampuan diri maupun pemahaman. Tanpa diperbolehkan untuk terlibat dalam misi penerbangan penumpang VIP maupun VVIP.
“Jadi akan diuji lah. Semacam diuji dan dinilai. Bagaimana apakah dia bisa nih untuk menjadi seorang Captain Pilot,” tuturnya
Fase Ditempa
Bilamana seorang penerbang berhasil menapaki ujian demi ujian dengan sempurna, maka ia akan melangkah ke fase selanjutnya naik tingkat sebagai Co-Pilot Left Seat, posisi prestisius di sisi kiri kokpit yang menjadi awal kepercayaan lebih besar.
Di titik ini, penerbang mulai diberi wewenang menyentuh kendali pesawat di darat, menggiring burung besi meluncur perlahan menuju landasan pacu. Meski belum mengangkut penumpang VVIP, setiap pergerakan adalah latihan tanggung jawab, sebuah latihan diam-diam menuju misi kenegaraan yang kelak tak boleh mengenal celah kesalahan.
“Tapi pada saat fase co-pilot left seat, dia belum diizinkan untuk membawa VIP maupun VVIP. Jadi hanya untuk training dulu,” ujarnya.
Dalam fase ini seorang prajurit sudah pasti memiliki pemahaman yang mumpuni, namun masih perlu ditempa kembali. Hingga akhirnya menyandang status sebagai Captain Buddy Ride seorang pilot yang sedang masa transisi dari status Co-Pilot menjadi Captain Pilot.
“Dia masih belum diperkenankan untuk membawa VIP. Nah, ketika dia menjadi Captain Body Ride itu, dia diberikan kesempatan untuk melaksanakan misi-misi non-VIP bersama dengan rekannya,” ujar Septi.
“Nah, jadi disitu kita fungsinya adalah melatih konfidennya (percaya diri) dia. Konfiden untuk membawa pesawat sendiri. Nah, setelah itu, apabila, dia lulus, dia akan menjadi Captain Pilot,” tambahnya.
Setelah dinyatakan lulus dari seluruh fase seleksi dan pelatihan, setiap prajurit tidak langsung melangkah menuju kemewahan tugas VVIP. Mereka justru kembali ke tempat semua mimpi itu bermula Sekolah Penerbang TNI AU di Lanud Adisutjipto, Yogyakarta.
(Skadron Udara 17 VVIP/VIP)
Di sana, mereka diberi amanah mulia menjadi instruktur, mentransfer ilmu, pengalaman, dan jiwa kepemimpinan kepada para taruna calon penerbang. Sebuah siklus pengabdian yang tak hanya membentuk penerbang, tetapi juga mewariskan semangat langit pada generasi selanjutnya.
Semua itu dilakukan demi mendapatkan Jupiter Number yang bakal diberikan kepada penerbang sebagai tanda telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Instruktur Penerbang (SIP). Itu bukan sekedar tanda, tapi sebuah predikat sebagai Instruktur yang dapat diandalkan.
“Nah, setelah jadi instruktur di Jogja, kita tarik ke sini, balik ke Skadron 17. Fase selanjutnya, menjadi Captain VIP. Setelah dia menjadi Captain VIP, setelah dia lulus jadi Captain VIP, membawa VIP dan VVIP,” tuturnya.
Perjalanan panjang itu dirasakan Septi. Fase demi fase sudah dilaluinya dengan penuh keyakinan. Menurutnya, penempaan belasan tahun itu harus dijalani sebagai syarat bagi prajurit bisa menambah jam terbang dan kepercayaan diri.
Karena misinya yang diemban memiliki tanggung jawab yang besar, mengawal sebuah perjalanan kenegaraan yang dituntut berjalan tanpa kesalahan. Semua itu baru berhasil didapat Septi pada 2017, dengan berhasil menyandang status Captain Pilot VIP.
“Saya kalau untuk waktu itu dipromosikan sebagai Captain Pilot itu saya dipangkat Lettu itu kurang lebih pengalaman terbang sudah sekitar 1.400-1.700 jam. Ya untuk jadi Captain Pilot VIP ya kurang lebih di atas 2.000 -2.500 jam,” ungkapnya.
Sampai saat ini, selain penilaian selama latihan, psikologi, banyaknya jam terbang masih menjadi tolak ukur dalam menentukan seorang pilot handal atau tidak. Pilot akan selalu belajar seiring banyaknya jam terbang.
“Jarang kita bisa mendapatkan seorang penerbang yang yang handal yang baik kalau jam terbangnya rendah jarang. Kecuali memang itu benar-benar bakat dari lahir, misalnya dia memang pohon pilot mungkin iya dia punya kelebihan itu,” tuturnya.
Ciptakan Regenerasi
Lewat perjalanan panjang hingga belasan tahun, membuat proses cetak Captain Pilot VVIP untuk layak mengawal Presiden tidaklah mudah. Hal itu pun menjadi tantangan bagi Skadron 17 yang dipimpin Septi sejak ditunjuk sebagai Danskadron September 2024.
Saat ini total Captain Pilot yang dapat menghandle penerbangan penumpang VVIP maupun VIP sebanyak enam prajurit. Dengan penyesuaian sekitar tiga pesawat yang siap digunakan untuk penerbangan tersebut dinilai masih mencukupi.
“Jadi kalau kalau secara jumlah untuk sejauh ini dikatakan kurang tidak. Tapi dikatakan kita sudah nyampe standar juga belum, jadi dari aturan yang ada itu kita masih ya dikatakan cukup. Masih mencukupi untuk menghandle kegiatan VVIP maupun VIP,” tuturnya.
(Komandan Skadron Udara 17, Letkol Pnb Septi Arun Dwi Saputra)
Meski begitu, Septi bersama jajarannya terus berusaha agar bisa mencetak bibit Pilot Kepresidenan. Tahun ini, setidaknya ditargetkan akan ada dua penerbang yang menyandang status Captain Pilot VIP. Sementara untuk calon penerbangan telah dibidik sebanyak tiga prajurit yang bakal lulus dari Sekolah Penerbangan.
“Jadi kalau kata orang dulu gantungkan cita-citamu setinggi langit. Kita harus punya cita-cita sehingga, untuk mencapai cita-cita itu perlu adanya usaha.Sehingga harapan saya buat generasi penerus harus lebih kua
HUKUM | 16 jam yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 21 jam yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 17 jam yang lalu