Ketua Komisi III Sebut Kebebasan Berekspresi Tetap Ada Batasan

BeritaNasional.com - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengingatkan kebebasan berekspresi tetap harus ada batasan. Tidak bisa kebebasan berekspresi menjadi dasar untuk melakukan penghinaan, apalagi sampai menyerempet ke arah kesusilaan.
Hal itu menanggapi kritikan atas penangkapan mahasiswi ITB yang membuat meme vulgar Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Ketujuh Joko Widodo.
"Tetapi, harus disadari memang semua ada batasan. Nggak mungkin kita bisa bebas-bebasnya menghina orang, bebas-bebasnya meng-upload, mendistribusikan, mentransmisikan konten yang melanggar kesusilaan. Bisa rusak masyarakat ini," kata Habiburokhman dalam Dialog Berita Nasional Malam: Membangun Ruang Digital yang Beretika, pada Senin (12/3/2025).
Habiburokhman mengatakan pasal-pasal yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi hari ini sudah jauh lebih lunak.
"Sekarang sudah kita reformasi selama 55 tahun terakhir ya. Misalnya, pasal penghinaan presiden, pasal pencemaran nama baik itu sudah jauh lebih lunak menjadi pasal delik. Begitu juga ancaman hukumannya sudah diringankan," katanya.
Terkait kasus mahasiswi ITB ini, Habiburokhman menilai anak-anak zaman sekarang perlu mendapat edukasi. Harus diajari nilai-nilai yang sesuai dengan kultur bangsa Indonesia.
Meski begitu, anak-anak muda dibebaskan untuk bersikap kritis. Hanya perlu ditekankan ada batasan-batasan.
"Batasan yang tersebut sebetulnya tanpa perlu membaca undang-undang, kita bisa memahami semua. Kita ini kan enggak suka dicemarkan nama baik kita, enggak suka dalam tanda kutip bahasa mereka, enggak suka dicolek. Jangan kita mencolek orang, jangan kita mencemarkan nama baik orang," ujar Habiburokhman.
"Begitu juga nilai-nilai terkait kesusilaan. Sebetulnya, kita semua tahu batas-batas tersebut tanpa perlu membaca naskah undang-undang. Yang seperti general truth seperti itu sebetulnya menjadi panduan kita," sambungnya.
Politikus Gerindra ini mengingatkan sampai melampaui batasan ada ancaman hukuman yang bisa menjeratnya.
"Sehingga kita enggak repot sendiri. Bayangkan ya kesulitan yang bisa terjadi kalau kita tidak melakukan sensor seperti itu. Kita bisa berhadapan dengan masalah hukum. Ancaman hukumannya enggak ringan itu, 12 tahun. Amit-amit jangan sampai itu menimpa kepada adik-adik kita," ujarnya.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 10 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 1 hari yang lalu