Komnas HAM: Cabut IUP Saja Tidak Cukup, Harus Ada Restorasi dan Pemulihan Sosial

Oleh: Bachtiarudin Alam
Jumat, 13 Juni 2025 | 15:15 WIB
Ilustrasi Geopark Raja Ampat. (Foto/doc. rajaampatgeopark)
Ilustrasi Geopark Raja Ampat. (Foto/doc. rajaampatgeopark)

BeritaNasional.com - Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta agar pemerintah turut memperhatikan dampak sosial, imbas polemik pertambangan nikel yang terjadi di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. 

“Tindakan itu harus diikuti dengan langkah-langkah konkret pemulihan hak -hak masyarakat setempat termasuk restorasi bekas lokasi tambang,” kata Komisioner Pemantauan Komnas HAM, Saurlin P Siagian dalam keterangan tertulisnya, Jumat (13/6/2025).

Meski keputusan pemerintah melalui Kementerian ESDM RI telah mencabut empat IUP yang dimiliki PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining adalah langkah yang baik.

“Pencabutan IUP yang telah dilakukan oleh Kementerian ESDM RI terhadap empat perusahaan di atas, merupakan langkah maju menghentikan pengrusakan lingkungan hidup,” ujarnya.

Tetapi berdasarkan informasi awal diterima Komnas HAM perlu adanya langkah lebih dari pemerintah untuk antisipasi dampak sosial. Akibat dari  pengrusakan lingkungan hidup yang bertentangan dengan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dijamin oleh Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 9 UU HAM.

Sebagaimana data adanya enam pulau kecil yang menjadi lokasi penambangan nikel, dimiliki oleh lima perusahaan, masing-masing yaitu; Pulau Gag yang dilakukan oleh PT Gag Nikel; Pulau Kawei yang dilakukan oleh PT Kawei Sejahtera Mining.

Lalu, Pulau Manuran yang dilakukan oleh PT Anugerah Surya Pratama; Pulau Waigeo yang dilakukan oleh PT Nurham; Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun yang dilakukan oleh PT Mulia Raymond Perkasa.

“Dari lima perusahaan pemilik IUP tersebut, sebanyak 4 empat perusahaan telah melakukan aktivitas penambangan dan satu perusahaan yakni PT Nurham belum melakukan aktivitas apapun di Pulau Waigeo,” ujarnya.

Padahal, enam pulau tersebut masuk dalam kategori pulau kecil yang seharusnya tidak digunakan untuk aktivitas pertambangan sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1981 dan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

“Adanya aktivitas pertambangan di wilayah tersebut telah memicu konflik horizontal antara masyarakat yang menolak pertambangan dengan masyarakat yang mendukung aktivitas pertambangan,” ungkap dia.

Oleh sebab itu, Komnas HAM telah membentuk tim dan akan melakukan pemantauan terhadap peristiwa ini dengan meninjau lokasi dan memanggil pihak-pihak terkait guna penegakan HAM di Kabupaten Raja Ampat.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: