KPK Periksa Eks Staf Ahli Cak Imin Terkait Kepemilikan Agen Pengurusan TKA

Oleh: Panji Septo R
Selasa, 17 Juni 2025 | 11:07 WIB
Jubir KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan. (BeritaNasional/Panji)
Jubir KPK Budi Prasetyo memberikan keterangan kepada wartawan. (BeritaNasional/Panji)

BeritaNasional.com -  Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) telah memeriksa mantan Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muller Silalahi terkait dugaan pemerasan Tenaga Kerja Asing (TKA).

Menurut Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, pihaknya mendalami mantan bawahan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar (Cak Imin) itu terkait agen TKA.

“Dari saksi tersebut, KPK mengetahui yang bersangkutan sebelumnya Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008-2010,” ujar Budi di Gedung Merah Putih dikutip Selasa (17/6/2025).

“Kemudian setelah purna tugas, yang bersangkutan memiliki agen terkait dengan pengurusan TKA ini,” imbuhnya.

Budi mengatakan lembaga antirasuah telah mendalami pemberian uang yang dilakukan Muller bersama agen TKA lain dalam kasus pemerasan ini.

“Penyidik mendalami pemberian (uang) oleh yang bersangkutan kepada para tersangka, ataupun pihak-pihak lainnya dalam proses pengurusan TKA melalui agen yang dia kelola,” tuturnya.

Sementara itu menyoal adanya dugaan suap dalam perkara tersebut, Budi KPK akan mendalami lebih lanjut lantaran kasus korupsi itu dilakukan berjenjang.

“KPK akan dalami termasuk bagaimana modus-modus pemerasan, modus-modus aliran dana hasil pemerasan yang kita lihat itu berjenjang dan melibatkan banyak pihak,” kata dia.

Dalam perkara ini, Budi juga mengatakan terus melakukan pemeriksaan kepada para saksi, saksi dari Kementerian Ketenagakerjaan ataupun saksi dari para agen pengurus TKA.

“Semuanya didalami dan dilakukan konfirmasi dari setiap keterangan yang disampaikan,” tandasnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo, menyebut praktik pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) terjadi sejak 2012.

"Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," ujar Budi Sukmo.

Ia menyebut  KPK membuka ruang pengembangan perkara, tidak sebatas dugaan pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Pasal gratifikasi kami tetapkan ini sebagai pasal lapisan, apabila nanti memang secara alat bukti untuk pemerasannya,” kata dia.

“Misalnya kami tidak mendapatkan alat bukti yang kuat sehingga kemarin dari diskusi dengan teman-teman penuntutan kita lapiskan pasal gratifikasi," imbuhnya.

Penerapan pasal gratifikasi dipersiapkan apabila ditemukan keterlibatan pihak di level menteri.

"Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan," tuturnya.

Di samping itu, KPK turut memertimbangkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para pihak yang diduga menerima hasil pemerasan.

"Penerapan pasal ini menjadi bagian dari upaya pemulihan aset (asset recovery) atas tindak pidana korupsi yang terjadi," tandasnya.sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: