Eks Hakim MK Nilai Pasal 21 Tak Bisa Digunakan pada Tahap Penyelidikan

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Kamis, 19 Juni 2025 | 11:56 WIB
Mantan Hakim Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan memberikan kesaksiannya di PN Jakpus. (BeritaNasional/Panji)
Mantan Hakim Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan memberikan kesaksiannya di PN Jakpus. (BeritaNasional/Panji)

BeritaNasional.com -  Mantan Hakim Konstitusi (MK) Maruarar Siahaan menilai Pasal 21 UU Tipikor tentang perintangan penyidikan tidak bisa digunakan dalam tahap penyelidikan.

Hal itu dia ucapkan saat menjadi ahli dalam sidang kasus dugaan suap dan dugaan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.

“Saya kira kalau ditafsirkan menjadi yang ditentukan di sini adalah penyidikan tetapi diterapkan untuk penyelidikan dia merupakan suatu perluasan," ujar Maruarar di PN Jakpus, Kamis (19/6/2025).

Maruarar mengatakan Pasal 21 yang diterapkan pada tahap penyelidikan merupakan penafsiram ekstrensif dan bertentangan dengan lex stricta (tegas tanpa analogi).

"Penafsiran ekstensif itu bertentangan dengan karakteristik hukum pidana sebagai suatu lex stricta, lex certa, dan apa yang tertulis atau lex scripta. Saya kira tidak diperkenankan,” tuturnya.

Maruarar mengatakan penafsiran bisa bergeser sedikit apabila keadaan tidak tertahankan lagi. Meski demikian, unsur keadilan harus tetap diterapkan di dalamnya.

"Maka baru kita bergeser sedikit bahwa kepastian itu bisa digeser melihat unsur keadilan tetapi kalau itu tidak ada masalah seperti itu, tidak bisa digeser," kata dia.

Ia mengatakan kepastian hukum menjadi yang utama dan karakteristik hukum pidana menyebabkan tidak boleh ada tafsir ekstensif meski dinamika hukum bisa melahirkan perubahan. 

“Stability itu adalah kepastian, tetapi kalau tidak tertahankan lagi kepastian itu menimbulkan ketidakadilan baru sedikit digeser dia, itulah maka ada perubahan hukum," ucapnya.

"Tetapi kalau memang itu tidak merupakan sesuatu hal yang mutlak dan apalagi kalau itu bertentangan dengan hak asasi yang diatur di dalam konstitusi kita, itu tidak diperkenankan,” tandas Maruarar.

Sebelumnya, Hasto didakwa menghalangi penyidikan kasus dugaan suap yang melibatkan eks caleg PDIP, Harun Masiku, pada tahun 2020.

Ia diduga memerintahkan Harun untuk merendam ponselnya agar tidak terlacak oleh KPK setelah diterbitkannya surat perintah penyelidikan (Sprindik).

Selain itu, Hasto juga didakwa telah menyuap Wahyu Setiawan agar Harun Masiku dapat menjadi anggota DPR dengan menyalurkan uang melalui Agustiani Tio.

Dalam kasus dugaan suap tersebut, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, untuk kasus perintangan penyidikan, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: