KPK Telusuri Legalitas Dana Non-Budgeter dalam Kasus Iklan Bank BJB

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami payung hukum atas dana non-budgeter (yang tidak termasuk dalam APBD atau APBN) dalam kasus dugaan korupsi markup anggaran iklan di Bank BJB.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengatakan pendalaman tersebut dilakukan melalui pemeriksaan terhadap Kepala Divisi Hukum Bank BJB, Boy Panji Soedrajat, pada Rabu (23/7/2025).
“Di dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mendalami terkait dengan payung hukum mengenai dana non-budgeter,” ujar Budi di Gedung Merah Putih, Kamis (24/7/2025).
Budi menjelaskan, konstruksi perkara dalam pengadaan iklan di Bank BJB menunjukkan adanya indikasi pengkondisian sejak tahap awal, yaitu saat penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
“Kemudian, pelaksanaan lelang atau pengadaannya disetting agar tidak melalui mekanisme lelang terbuka, sehingga bisa menunjuk pihak-pihak tertentu untuk dimenangkan dalam pengadaan iklan tersebut,” jelasnya.
Selain itu, penyidik menduga adanya selisih antara anggaran yang dicairkan dengan nilai yang dibayarkan kepada penyedia jasa.
“Selisih tersebut kemudian menjadi dana non-budgeter di BJB. Maka dari itu, KPK perlu memastikan apakah ada dasar hukum (payung hukum) yang mengatur hal itu, atau justru hanya merupakan diskresi atau kebijakan sepihak dari para petinggi di BJB,” lanjut Budi.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi markup anggaran iklan di Bank BJB.
Dua tersangka berasal dari internal Bank BJB, yakni mantan Direktur Utama Yuddy Renaldi dan Pimpinan Divisi Corporate Secretary Widi Hartoto.
Sementara tiga tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yaitu Kin Asikin Dulmanan, Suhendrik, dan Sophan Jaya Kusuma.
Yuddy diketahui telah mengundurkan diri dari jabatannya pada 4 Maret 2025 dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun Buku 2024.
Dalam perkara ini, Bank BJB diduga bekerja sama dengan sejumlah perusahaan agensi sebagai perantara dalam pengadaan iklan di media.
Kerja sama tersebut diduga menjadi pintu masuk terjadinya penggelembungan anggaran alias praktik markup.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
PENDIDIKAN | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu