Ketua KPK Tegaskan OTT Bupati Kolaka Timur Akuntabel

Oleh: Panji Septo R
Rabu, 20 Agustus 2025 | 16:06 WIB
Ketua KPK Setyo Budiyanto (Beritanasional/Panji)
Ketua KPK Setyo Budiyanto (Beritanasional/Panji)

BeritaNasional.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budianto menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis dilakukan dengan akuntabel. 

Hal itu dia sampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (20/8/2025).

Pernyataan itu juga ditujukan untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan Anggota Komisi III Rudianto Lalo yang mengkritik.

Setyo memastikan seluruh proses OTT tersebut dilakukan dengan prinsip akuntabilitas dan tidak sembarangan dalam mengambil langkah penindakan. 

"Kami lakukan secara akuntabilitas, proporsional, kemudian memperhatikan kepentingan masyarakat untuk kepentingan umum," ujar Setyo.

Ketua KPK tersebut juga menambahkan bahwa setiap langkah yang ditempuh lembaga antirasuah memiliki dasar hukum yang jelas. 

"Segala sesuatunya kami bisa pertanggungjawabkan prosesnya itu, sebagaimana yang diatur yang saya sampaikan di pasal 5," tuturnya.

Setyo menegaskan, langkah OTT yang dilakukan KPK berangkat dari informasi awal yang diterima lembaganya melalui jaringan masyarakat. 

"Yang pertama, kami melakukan kegiatan itu berdasarkan informasi yang kami dapatkan dari masyarakat," kata dia.

Menurut Setyo, informasi tersebut tidak serta merta langsung ditindaklanjuti dengan penindakan. Pihaknya terlebih dahulu melakukan serangkaian penyelidikan untuk memastikan kebenaran dugaan praktik suap tersebut. 

"Kemudian dari situ kami dalami dengan melakukan tindakan penyelidikan kemudian bisa mengungkap pihak-pihak yang menerima," lanjutnya.

Ia menjelaskan, perkara yang menjerat Abdul Azis berkaitan dengan dugaan suap. Dalam proses OTT, penyidik KPK berhasil mengamankan bukti serah terima uang. 

"Ini kan perkaranya suap, di situ ada serah terima uang, ada pemberian-pemberian yang sebelumnya, bahkan ada rencana-rencana, semuanya sudah kami ungkap," tegasnya.

Sebelumnya, Sahroni mengkritisi cara KPK melakukan OTT saat menangani kasus dugaan suap pembangunan rumah sakit umim daerah.

Menurut Sahroni, seharusnya yang disebut dengan OTT adalah dilakukan dalam seketika waktu secara bersamaan. Bukan terpisah di waktu dan tempat yang berbeda.

"Terkait masalah terminologi OTT yang selama ini cukup signifikan, dari periode sebelumnya, yang kita pahami ini ruang publik ini yang kita pahami adalah tertangkap tangan di seketika waktu, bersamaan bukan pada pisah tangan antara tempat satu dan tempat lain kan terjadinya OTT yang kita pahami tempat terjadinya transaksi yang dilakukan di waktu yang sama," ujar Sahroni.

Sahroni mencontohkan kasus Bupati Kolaka Timur lantaran ketika KPK menyampaikan ada OTT, Abdul Aziz belum ditangkap dan berada di Rakernas NasDem di Makassar, Sulawesi Selatan. 

Sahroni mengaku akan mengapresiasi KPK apabila penyidiknya secara humanis menangkap pelaku kasus korupsi.

Tetapi, ia tidak ingin OTT dijadikan alat untuk merendahkan partai politik.

"Tapi lebih sangat apresiasi kelembagaan politik kelembagaan bapak tolonglah pak dihargai satu sama lain, kira gak mau merasa bahwa ah ini parpol sok sokan, mau sok bersih, enggak di republik ini enggak ada yang bersih, kita pingin proses penegakan hukum yang bapak lakukan sesuai koridor," kata Sahroni.

Bendahara Umum NasDem ini pun mendorong untuk mengubah istilah OTT jika memang tidak terjadi tangkap tangan di waktu yang bersamaan.

"Sekalipun kalau memang OTT-nya tidak dalam kapasitas yang sama mending namanya diganti jangan OTT lagi, tapi pelaku tindak pidana, orang yang pisah tempat bisa saja dikenakan pasal turut serta bahwa yang bersangkutan adalah pelaku adalah pelaku tindak pidana yang sebelumnya ditangkap," tegas Sahroni.
 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: