Polri Soroti Keterlibatan Anak dalam Kerusuhan: Lebih dari 90 Persen Hanya Ikut-ikutan

Oleh: Bachtiarudin Alam
Selasa, 04 November 2025 | 13:43 WIB
Wakil Kepala Bareskrim (Wakabareskrim) Polri, Irjen Nunung Syaifuddin. (BeritaNasional/Bachtiar)
Wakil Kepala Bareskrim (Wakabareskrim) Polri, Irjen Nunung Syaifuddin. (BeritaNasional/Bachtiar)

BeritaNasional.com - Tragedi aksi unjuk rasa berujung kerusuhan pada akhir Agustus masih tidak terlepas dari ingatan. Tindakan anarkis yang melibatkan anak-anak ini harus menjadi refleksi seluruh pihak sebagai upaya menjaga generasi penerus bangsa.

Demikian hal itu disampaikan Wakil Kepala Bareskrim (Wakabareskrim) Polri, Irjen Nunung Syaifuddin saat Focus Group Discussion (FGD) bertema “Sinergi Antar Lembaga untuk Perlindungan Hak Anak-Anak yang Berhadapan dengan Hukum”, pada Selasa (4/11/2025).

“Saya mengawali sambutan ini dengan sebuah refleksi sederhana, bahwa setiap anak yang kita temui hari ini adalah potret masa depan bangsa," kata Nunung.

Dari refleksi itu, Nunung memberikan pesan menohok kepada semua pihak agar bersama-sama memikirkan jalan keluar. Karena masalah ini harus menjadi perhatian serius sebagai bangsa.

"Ketika seorang anak terjerumus dalam kekerasan, kerusuhan, atau proses hukum lainnya, maka yang terguncang bukan hanya masa depannya, tetapi juga nurani dan peradaban kita sebagai bangsa,” ungkap Nunung.

Bahkan, Nunung kembali mengungkap data dari Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri hingga tanggal 3 November 2025 terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan pada aksi unjuk rasa di 11 polda di seluruh Indonesia. 

Dengan rincian Polda Jawa Timur menempati angka tertinggi dengan 144 anak, Polda Jawa Tengah sebanyak 77 anak, Polda Jawa Barat 34 anak, Polda Metro Jaya 36 anak, sisanya tersebar di Polda DIY, NTB, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sumatra Selatan.

“Dari total 332 anak tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restorative justice, 28 anak berada pada tahap 1, berkas tahap 1, kemudian 73 anak berada pada tahap 2, sementara 34 anak sudah P21,” bebernya.

Menurutnya, jumlah yang tidak kecil harus dipahami sebagai masalah kemanusiaan. Karena lebih dari 90 persen dari mereka adalah pelajar, mulai dari SMP hingga SMA atau SMK hanya karena ikut-ikutan.

“Sebagian besar terseret bukan karena niat kriminal, tetapi karena ikut-ikutan, termobilisasi, atau tidak memahami konsekuensi hukum dari tindakannya,” tuturnya.

Sehingga, Nunung mengajak seluruh pihak untuk menyatukan langkah dalam membangun peta jalan nasional menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Dengan tetap melindungi tanpa melemahkan penegak hukum dan sisi kemanusiaan. 

“Saya berharap kita dapat melahirkan satu rumusan kebijakan lintas sektoral dalam penanganan anak bermasalah hukum yang terlibat dalam aksi sosial dan unjuk rasa. Kedua, membuat SOP, koordinasi antar lembaga, dan penerapan diversi serta restorative justice,” sebutnya.

“Ketiga, membuat action plan atau rencana aksi yang konkret dan dapat diterapkan di seluruh wilayah Indonesia. Dan terakhir, kita bisa menentukan strategi pencegahan, melakukan edukasi, literasi digital, dan penguatan peran keluarga serta sekolah agar anak tidak mudah terprovokasi untuk terlibat dalam aksi-aksi berisiko hukum,” sambung dia.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: