KPK Gunakan Pasal Gratifikasi untuk Jerat Gubernur Riau, Ungkap Dugaan Penerimaan Lain

Oleh: Panji Septo R
Kamis, 06 November 2025 | 08:45 WIB
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu. (Foto/YouTube KPK)
Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu. (Foto/YouTube KPK)

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan pasal dugaan pemerasan dan/atau penerimaan gratifikasi terhadap Gubernur Riau Abdul Wahid bersama dua tersangka lain. 

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan pihaknya menerapkan pasal itu karena diduga ada penerimaan gratifikasi lain oleh Abdul Wahid. 

“Kalau OTT (operasi tangkap tangan) kan fokusnya yang saat ini dari PUPR ini. Nah, ada juga temuan-temuan lainnya,” ujar Asep di Gedung Merah Putih dikutip Kamis (6/11/2025). 

“Makanya sementara kita untuk meng-cover itu semua kita juga menggunakan Pasal 12B (untuk penerimaan-penerimaan lainnya),” imbuhnya. 

Di sisi lain, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memberi alasan pihaknya tak menggunakan pasal suap guna menjerat pihak swasta. 

Sebab, konstruksi perkara ini berawal dari adanya anggaran proyek yang naik secara signifikan dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar (bertambah Rp106 miliar). 

Menurut dia, kasus ini difokuskan kepada dugaan permintaan dari pimpinan kepada bawahan dan belum ada sangkut pautnya dengan pihak swasta. 

“Kan sudah dijelaskan tadi bahwa ada permintaan gubernur. Jadi, kalau pemerasan itu yang aktif ini adalah pejabatnya,” ujar Tanak. 

Tanak mengatakan tersangka ini merupakan orang yang memiliki jabatan tertentu dan berkuasa untuk meminta sesuatu.

“Dan ketika diminta umumnya diikuti karena takut kalau tidak dikasih nanti dicopot jabatannya. Ini orang yang punya kekuasaan kan itu,” ucapnya. 

Tanak juga menjelaskan para pihak yang memberikan uang kepada Abdul Wahid merupakan orang yang tidak punya kekuasaan sehingga tidak dimasukkan pasal penyuapan. 

“Karena yang aktif adalah gubernur meminta berarti ini pemerasan. Bukannya nyuap. Kalau nyuap orang yang tidak berkuasa memberikan sesuatu kepada penguasa,” tandasnya. 

Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga tersangka, yakni Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M. Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M. Nursalam. 

Pemerasan itu terjadi karena tambahan anggaran UPT Jalan dan Jembatan Dinas PUPR PKPP Riau 2025 meningkat signifikan, dari Rp71,6 menjadi Rp177,4 miliar (bertambah Rp106 miliar). 

Abdul Wahid memaksa para kepala UPT untuk memberi uang ‘jatah preman’ senilai Rp 7 miliar, namun dia ditangkap setelah menerima Rp 4,05 miliar. 

Ketiganya resmi ditahan untuk kepentingan penyidikan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 4 November hingga 23 November 2025.  

Abdul Wahid ditempatkan di Rumah Tahanan (Rutan) Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK, sementara Arief dan Dani ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK. 

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 12 huruf f dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: