Publisher Right: Angin Segar bagi Industri Media

Oleh: Lydia Fransisca
Senin, 25 Maret 2024 | 21:24 WIB
Ilustrasi Pers. (Foto/Freepik)
Ilustrasi Pers. (Foto/Freepik)

Indonesiaglobe.id - Dunia jurnalistik di Indonesia mendapatkan harapan di kondisi sunset media yang terjadi belakangan waktu ini.

Pencerahan ini didapatkan usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau publisher right pada 20 Februari 2024 lalu.

Singkatnya, publisher right merupakan regulasi yang mengatur platform digital seperti Google dan Meta untuk memberikan timbal balik terhadap konten berita dari media lokal dan nasional yang tayang di laman mereka masing-masing.

Media cetak di Indonesia harus bertransformasi menjadi media daring untuk bertahan hidup. Namun, media daring harus berkelahi memperebutkan iklan yang sebagian besar diambil oleh platform besar itu.

Akibatnya, banyak konten jurnalistik yang mengorbankan kualitasnya hanya untuk mencari celah iklan tersebut. Perpres publisher right pun terbit untuk mempertahankan mutu produk jurnalistik yang berkualitas.

“Peraturan Presiden ini bertujuan mengatur tanggung jawab perusahaan platform digital untuk mendukung jurnalisme berkualitas agar berita yang merupakan karya jurnalistik dihormati dan dihargai kepemilikannya secara adil dan transparan,” bunyi Pasal 2 Perpres itu.

Meski dianggap angin segar, Perpres ini juga menimbulkan beberapa ketakutan. Sebagian kalangan khawatir publisher right justru menghambat kebebasan pers.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria menegaskan, publisher rights merupakan bentuk komitmen negara terhadap kebebasan pers yang berkualitas di era digital.

"Regulasi ini tidak bertujuan untuk membatasi kebebasan pers atau mengatur jenis konten tertentu. Sebaliknya, Perpres ini secara eksklusif mengatur kerja sama bisnis antara penerbit dan platform digital, tanpa satu pun pasal yang dirancang untuk membungkam kebebasan pers," kata Nezar dalam keterangannya, Jumat (1/3/2024) lalu.

Kekhawatiran yang kedua juga muncul. Penerapan publisher right ditakutkan hanya dapat menguntungkan media-media besar. Sebab, hal tersebut sempat terjadi di Australia, negara yang terlebih dulu menerapkan publisher right.

Dewan Pers pun berusaha menepis kekhawatiran itu. Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana mengatakan, Perpres ini justru akan menguntungkan semua pihak, baik media besar maupun media kecil.

"Media kecil di daerah akan punya bargaining konten yang sama dengan media besar nasional. Konten mereka punya peluang yang sama untuk dipakai di platform seperti Google, Meta, dan sebagainya,” kata Yadi dalam keterangannya, Jumat (01/03/2024).

Yadi pun menegaskan bahwa publisher right tidak mengatur produk jurnalisme melainkan distribusi konten dan tanggung jawab platform.

“Proses jurnalisme ada tiga basic modal, yakni peliputan, editing, publishing. Itu semua sudah diatur Dewan Pers dalam kode etik. Ada satu proses yang tidak terkait kode etik, yakni distribusi konten. Nah distribusi konten ini belum ada standar etiknya. Itu yang akan diatur oleh perpres ini,” ujar Yadi.

Dewan Pers pun juga akan membentuk komite untuk mengawasi implementasi perpres publisher rights ini. 

Nantinya, komite akan terdiri dari maksimal 11 orang yang terdiri dari lima orang perwakilan Dewan Pers yang bukan berasal dari perusahaan pers, lima orang dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), dan satu dari Kemenkominfo.

Adapun komite ini di dipilih oleh tim seleksi (timsel) yang diketuai oleh Imam Wahyudi dan sekretarisnya adalah Ninuk Pambudy. Tiga anggota lainnya yakni Totok Suryanto, Bayu Wardhana, dan Wiendha Prawitasari.

Timsel dibentuk oleh gugus tugas Dewan Pers pada 2 Maret 2024 lalu. Anggota gugus tugas ini adalah anggota Dewan Pers dan ditambah dengan tiga konstituen Dewan Pers selain perusahaan pers, yaitu Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).

Secara terpisah, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan proses seleksi untuk penentuan anggota komite masih berproses sampai Senin (25/3/2024) hari ini.

"Soal komite belum (terbentuk). Sesuai Perpres (tenggat waktunya) kan enam bulan," kata Ninik ketika dihubungi Indonesiaglobe, Senin (25/3/2024).

Di lain sisi, Nezar juga mengungkapkan bahwa Kemkominfo terus berkomunikasi dengan pihak platform untuk menerapkan publisher right di Indonesia.

"Sejauh ini semua pihak positif baik dari publisher lewat Dewan Pers yang mengkoordinasi para publisher, maupun perusahaan digital. Kita punya komunikasi yang cukup baik dan semua memberikan respon yang positif,” kata Nezar, Jumat (22/3/2024) lalu.

"Ada jeda waktu enam bulan untuk persiapan (implementasi) Perpres agar nanti bulan Agustus bisa beroperasi. Kita berharap sejumlah ketentuan-ketentuan di Perpres yang harus segera disiapkan bisa dikerjakan, misalnya pembentukan komite bisa langsung dilakukan tanpa harus menunggu sampai batas waktu Agustus,” tambahnya.sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: