Menkeu: Kinerja APBN hingga Maret 2024 Tetap on Track

Oleh: Tim Redaksi
Sabtu, 27 April 2024 | 09:08 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto/Kemenkeu/Biro KLI).
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (Foto/Kemenkeu/Biro KLI).

BeritaNasional.com - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia hingga bulan Maret 2024 tetap solid. Namun ia harus waspada karena dihadapkan pada berbagai tantangan geopolitik dan ekonomi global.

“Karena 2024 ini terutama masuk ke triwulan kedua banyak perubahan di dalam geopolitik dan global ekonomi yang akan berimbas pada perekonomian seluruh dunia, termasuk Indonesia dan APBN,” kata Sri Mulyani dalam konfrensi pers, Jumat (26/4/2024).

Pada kesempatan itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa hingga Maret 2024, penerimaan negara telah mencapai Rp620,01 triliun atau setara dengan 22,1 persen dari target yang ditetapkan. Meskipun terjadi penurunan sebesar 4,1 persen dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini masih sesuai dengan ekspektasi mengingat pertumbuhan yang tinggi pada periode sebelumnya.

Dari sisi belanja, ia menjabarkan bahwa sebesar Rp 611,9 triliun telah dibelanjakan atau 18,4 persen dari pagu belanja tahun ini. Hal ini sekaligus juga menunjukan kenaikan sebesar 18 persen dibandingkan tahun sebelumnya disebabkan oleh belanja front loading, seperti penyelenggaraan Pemilu. 

“Posisi total dari APBN kita masih surplus Rp 8,1 triliun atau 0,04 persen dari GDP. Dari sisi keseimbangan primer surplus 122,1 triliun,” kata Menkeu. 

Hanya saja, Sri Mulyani berkata prospek perekonomian global di tahun 2024 masih penuh tantangan dengan memanasnya konflik di Timur Tengah antara Iran dan Israel. Hal tersebut berdampak signifikan pada disrupsi rantai pasok global yang berpotensi menyebabkan naiknya harga komoditas, termasuk dampaknya terhadap pergerakan harga minyak. 

“Kecenderungan harga minyak yang tinggi berarti akan mempengaruhi APBN dan perekonomian kita dan kemudian menyebabkan tekanan terhadap inflasi,” tuturnya.

Selain itu, keputusan Federal Reserve AS untuk menunda penurunan suku bunga, juga mempengaruhi arus modal secara global. Ini mengakibatkan capital outflow dan tekanan terhadap nilai tukar di berbagai negara, termasuk Indonesia.

“Situasi global yang cenderung melemah dan tekanan yang bertubi-tubi baik dari geopolitik, harga komoditas, inflasi, dan suku bunga, tentu akan mempengaruhi kinerja perekonomian seluruh dunia, terutama untuk manufaktur,” imbuhnya. 

Meski begitu, Sri Mulyani menyebut Indonesia masih mempertahankan kinerja ekonomi yang ekspansif dan relatif kuat. Indeks kepercayaan konsumen Indonesia juga masih stabil, dengan aktivitas manufaktur yang masih positif. Namun, masih terdapat beberapa koreksi dalam sektor konsumsi yang perlu diwaspadai, baik yang bersifat musiman maupun struktural.

“Ekonomi yang tentu mempengaruhi pelaksanaan APBN kita, terutama dari pos-pos yang dipengaruhi secara langsung oleh kinerja ekonomi seperti penerimaan negara. Kalau dari sisi belanja itu adalah dalam kontrol pemerintah, mungkin ada beberapa pos yang juga nanti akan kita waspadai,” tukasnya. sinpo

Editor: Harits Tryan Akhmad
Komentar: