UNESCO Terus Pertahankan Subak sebagai Warisan Budaya

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Kamis, 23 Mei 2024 | 08:00 WIB
Sistem irigasi subak  ada sejak ribuan tahun silam (Foto/Pemkab Buleleng)
Sistem irigasi subak ada sejak ribuan tahun silam (Foto/Pemkab Buleleng)

BeritaNasional.com - Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada World Water Forum ke-10 di Bali berkomitmen merawat dan mempertahankan kelestarian sistem pengairan pertanian Bali atau yang biasa disebut dengan Subak sebagai bagian dari warisan budaya dunia

“Salah satu upaya, termasuk melakukan advokasi perlindungan warisan budaya terkait dengan air demi mengatasi tantangan permasalahan air di abad ke-21, semuanya sangat terkait erat dalam konteks Subak,” kata Wakil Direktur Jenderal UNESCO, Xing Qu di Badung, Bali, Rabu (22/5/2024).

Sistem irigasi subak telah ada sejak ribuan tahun silam dan bertahan sampai kini karena dijaga secara turun temurun. Pada 29 Juni 2012 UNESCO pun menetapkan bahwa Subak sebagai warisan budaya dunia dan hingga saat ini tetap konsisten berkomitmen mempertahankannya.

Xing Qu memaparkan sejumlah inisiatif dan program yang dilakukan UNESCO dalam meningkatkan promosi dan edukasi terkait dengan bagaimana memanfaatkan air secara bijak.

Dikutip dari Antara, sejumlah inisiatif yang dilakukan UNESCO antara lain dukungan pendidikan terkait dengan pengelolaan air, peningkatan kapasitas, dan memfasilitasi kerja sama air lintas batas. Upaya itu selaras dengan semangat yang digaungkan dalam World Water Forum ke-10 di Bali.

“Kita harus merefleksikan kembali bagaimana hubungan kita dengan air, bagaimana selama ini kita telah mengkonsumsi dan mengolah air. Kami juga akan merilis inisiatif-inisiatif baru di Indonesia untuk mendukung pengelolaan air yang lebih berkelanjutan,” ungkapnya.

Lebih lanjut Xing Qu menyampaikan kekagumannya terkait kehidupan masyarakat Bali yang selalu berhubungan erat dengan air mulai dari lahir hingga meninggal, berbagai upacara dan ritual yang dilakukan umat Hindu di Bali selalu melekat dengan air.

Sebab itu, katanya, jika masyarakat tidak lagi bisa mengakses air dan terjadi krisis, maka kondisi ini akan menjadi ancaman. Jika hal itu terjadi, dampak krisis air tidak hanya akan dialami oleh masyarakat di Bali saja sebagai pusat destinasi wisata dunia, melainkan juga berpotensi dialami masyarakat global.sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: