Kisah Sulitnya Perjalanan Calon Independen Menembus Pilgub Jakarta dari Masa ke Masa

Oleh: Tarmizi Hamdi
Rabu, 26 Juni 2024 | 14:30 WIB
KPU DKI. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
KPU DKI. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Pada dua edisi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta terakhir, hampir dipastikan tidak ada calon independen yang ikut berkontestasi. Yakni, Pilgub Jakarta 2017 dan 2024.

Pilgub Jakarta terakhir yang menghadirkan calon independen terjadi pada 2012. Saat itu, muncul dua pasangan independen Faisal Basri-Biem Benyamin dan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria yang bertarung di ibu kota sebagai pasangan independen.

Saat itu, pasangan Faisal Basri-Biem Benyamin berhasil lolos mengikuti kontestasi politik lima tahunan di ibu kota tersebut dengan menyerahkan semua dokumen yang menjadi syarat pendaftaran sebagai jalur independen.

Yaitu, minimal 407.345 fotokopi KTP warga Jakarta serta formulir dukungan kepada KPU Jakarta.

Formulir dukungan tersebut menyertakan tanda tangan asli warga Jakarta yang minimal berjumlah 407.345 dukungan atau 4 persen dari jumlah keseluruhan penduduk DKI Jakarta.

Tim sukses Faisal Basri dan Biem Benyamin berhasil mengumpulkan sekitar 430 ribu fotokopi warga Jakarta dan formulir dukungan.

Pasangan tersebut menjadi calon independen pertama yang mendaftar lengkap dengan persyaratan.

Kemudian, pasangan Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria yang dinilai cukup kesulitan dalam mengumpulkan jumlah minimal dukungan saat itu.

Pada tahap verifikasi awal, pasangan dari jalur perseorangan ini dinyatakan tidak memenuhi persyaratan karena 205.218 di antara 597.719 dukungan dieliminasi KPU Jakarta. 

Karena itu, pasangan tersebut setidaknya harus membukukan 14.839 dukungan tambahan untuk melengkapi kekurangan tersebut.

Menurut Hendardji kala itu, berkas dukungan tambahan sudah dikantonginya. Total jumlah dukungan menjadi 597.798. Hingga akhirnya, pasangan tersebut lolos verifikasi dan berhak mengikuti Pilgub Jakarta 2012.

Ternyata, bukan hanya Hendardji-Riza yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kuota dukungan minimal. Pasangan independen lainnya seperti Prayitno Ramlan-Teddy Suratmadji dan Mulyo Wibisono-Ngadisah mengalami hal serupa. Namun, dua pasangan tersebut berbeda nasib. Mereka tidak lolos verifikasi dan gagal ikut kontestasi.

Prayitno Ramelan-Teddy Suratmadji tidak lolos ke tahap verifikasi oleh KPU DKI Jakarta karena jumlah dukungan yang dikumpulkan tidak mencapai batas minimal yang ditentukan, yaitu hanya 155.847 dukungan.

Padahal, pasangan Prayitno Ramelan-Teddy Suratmadji ini mengeklaim telah mengumpulkan dukungan 450 ribu dukungan. 

Menurut KPU kala itu, pasangan Prayitno Ramelan-Teddy Suratmadji tidak melampirkan jumlah hitungan berkas dukungan yang telah dilakukan timnya.

Pasangan Mulyo Wibisono dan Ngadisah pun gugur dalam pendaftaran bakal calon gubernur dan wakil gubernur independen DKI Jakarta karena tidak memperoleh dukungan minimal 407.340 suara dari warga Jakarta. 

Mereka hanya memperoleh sekitar 125 ribu dukungan masyarakat karena suara minimal yang harus dikumpulkan dalam tahap verifikasi adalah 407.340 penduduk Jakarta atau 4 persen dari total penduduk Jakarta mencapai 10.183.498 orang kala itu.

Dua pasangan dari jalur independen itu bertanding dengan calon yang diusung oleh partai seperti Alex Noerdin-Nono Sampono, Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli, dan Hidayat Nurwahid-Didik J. Rachbini.

Dengan demikian, kuota minimal 4 persen dukungan dari jumlah penduduk Jakarta menjadi faktor penentu gagal atau tidaknya calon perseorangan maju dalam Pilgub Jakarta. Memang tak mudah mengumpulkan minimal sekitar 400.000 KTP dukungan beserta tanda tangan dan formulir.

Di Pilgub Jakarta edisi selanjutnya pada 2017, kuota dukungan tersebut malah dinaikkan dari 4 persen menjadi 7,5 persen.

Karena itu, peluang calon independen untuk berlaga di Pilgub DKI semakin berat. Sesuai Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan wali kota, calon independen atau perorangan yang akan maju harus memenuhi syarat dukungan minimal 7,5 persen. Jumlah itu meningkat hingga dua kali lipat dibandingkan periode sebelumnya.

Kalau penduduk DKI diasumsikan ada sebanyak 10 juta warga, tiap calon independen harus menyerahkan minimal 750.000 suara pendukung

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta Sumarno mengatakan, persyaratan bagi calon independen pada periode kali ini lebih sulit. Sebelumnya jumlah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang harus dikumpulkan hanya berjumlah tiga persen dari jumlah penduduk ibu kota. Namun, saat ini bertambah menjadi 7,5 persen.

"Sekarang syaratnya harus mengumpulkan 7,5 persen dari jumlah penduduk. Kalau penduduk DKI diasumsikan ada sebanyak 10 juta warga, maka tiap calon independen harus menyerahkan minimal 750.000 suara pendukung," kata Sumarno yang dikutip dari Berita Jakarta pada 25 April 2015.

Pada 2016, Ketua KPU Provinsi DKI Jakarta Sumarno mengatakan hanya satu pasangan bakal cagub dan cawagub yang menyerahkan berkas pendaftaran untuk ikut Pilgub DKI Jakarta 2017.

Padahal, selama proses pendaftaran jalur perseorangan tersebut dibuka, ada tujuh pasangan calon yang datang untuk konsultasi ke KPU.

Mereka adalah Ahmad Taufik-Mujtahid Hashem, Rusli Ibrahmin-Sumarti Yasmun, Muhammad Rifky-Balia Reza Maulana, dan Jamaludin-Arwyn Rustam Effendi. Pendaftaran ketujuh calon independen tersebut harus ditolak KPU karena tidak membawa berkas dukungan KTP.

"Yang menyerahkan dan diterima oleh KPU baru satu, yakni atas nama Ichsanuddin Noorsy dan Ahmad Daryoko," ujarnya di Kantor KPU Jakarta pada 7 Agustus 2016.

Sumarno mengungkapkan, berkas yang berisi formulir dukungan beserta fotokopi KTP tersebut sedang dalam proses penghitungan untuk memastikan terpenuhinya jumlah minimal, yakni 532.213 dukungan. Saat itu, Ichsanuddin mengeklaim sudah mendapatkan lebih dari 600.000 dukungan.

Alih-alih lolos, pasangan Ichsanuddin Noorsy-Ahmad Daryoko ternyata hanya mampu menyerahkan 19.505 dukungan KTP dari minimal syarat 532 ribu dukungan.

Pada Pilgub 2017, praktis hanya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang ikut berkontestasi lewat jalur partai.

Pada pilgub tahun ini, Jakarta juga terancam tidak memiliki calon independen. 

KPU Jakarta menolak pencalonan Dharma Pongrekun-Kun Wardhana karena tidak memenuhi syarat untuk maju dari jalur independen. 

Ketua Divisi Teknis KPU DKI, Dody Wijaya mengatakan Dharma-Kun berhasil mengumpulkan 1.229.777 KTP sebagai persyaratan. Namun, yang lolos verifikasi hanya sebanyak 447.469.

"Jumlah dukungan yang memenuhi syarat masih kurang dari dukungan minimal sebanyak 618.968 orang yang telah ditetapkan, sehingga status verifikasi administrasi bakal pasangan calon perseorangan dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat," kata Dody dalam keterangannya, Rabu (19/6/2024).

Dody berujar bahwa Dharma-Kun masih dapat mengajukan keberatan atas penetapan tersebut kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta.

"KPU Provinsi DKI Jakarta mempersilahkan untuk menyampaikan keberatan melalui Bawaslu Provinsi DKI Jakarta," ujar Dody.

Dharma Pongrekun mengungkapkan bahwa dirinya telah menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta.

Dharma mengatakan, laporannya itu tengah berproses di Bawaslu. Oleh karena itu, ia meminta doa kepada warga Jakarta agar laporannya itu bisa diterima oleh Bawaslu.

Sebagai informasi, Dharma dan wakilnya Kun Wardhana menggugat ke Bawaslu karena dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk maju Pilkada Jakarta 2024 dari jalur independen. Sebab, jumlah dukungan berupa KTP yang dikumpulkan tak mencapai ketentuan yang diminta.

"Sudah mengajukan dan sedang dalam proses. Mohon doanya," kata Dharma kepada Beritanasional.com, Senin (24/6/2024).

Meski demikian, Dharma enggan menyebut bukti apa yang ia lampirkan kepada Bawaslu untuk memperkuat laporannya itu.

"Sebaiknya tanyakan ke Bawaslu saja," tambahnya singkat.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta mengakui bahwa meningkatnya jumlah minimum data KTP yang perlu dikumpulkan untuk menjadi syarat maju Pilkada 2024 membebani bakal pasangan calon independen.

Sebagai informasi, syarat KTP yang harus dikumpulkan untuk maju di Pilkada Jakarta 2017 adalah 532.213 data. Namun, kini pada Pilkada 2024, KTP yang harus dikumpulkan adalah 618.968 data.

"Tentu saja peningkatan jumlah dukungan minimal tersebut pasti berdampak terhadap calon perseorangan," kata Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU DKI Jakarta, Astri Megatari, kepada Beritanasional.com, Senin (24/6/2024).

Meski demikian, Astri menyebut bahwa dirinya tak dapat berbuat banyak. Sebab, KPU hanya bertugas sebagai penyelenggara Pilkada. Ditambah pula tingginya ketentuan tersebut bukan dirumuskan oleh KPU.

"Sebagai penyelenggara, KPU DKI mengikuti aturan yang ada. Syarat mengenai jumlah minimal dukungan ditentukan oleh Undang-Undang," ujar Astri.

"Namun, penentuan jumlah syarat tersebut adalah keputusan dari pembuat Undang-Undang," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, KPU DKI Jakarta memutuskan bahwa Dharma-Kun tak dapat memenuhi persyaratan untuk maju dalam Pilkada Jakarta 2024 dari jalur independen.

Ketua Divisi Teknis KPU DKI, Dody Wijaya, mengatakan Dharma-Kun berhasil mengumpulkan 1.229.777 KTP untuk persyaratan. Namun, yang lolos verifikasi hanya sebanyak 447.469. Seharusnya, Dharma-Kun mengumpulkan 618.968 KTP.

"Jumlah dukungan yang memenuhi syarat masih kurang dari dukungan minimal sebanyak 618.968 orang yang telah ditetapkan sehingga status verifikasi administrasi bakal pasangan calon perseorangan dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat," kata Dody dalam keterangannya, Rabu (19/6/2024).

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta buka suara soal kemungkinan Pilkada 2024 tanpa calon dari jalur independen atau perseorangan.

Diketahui, satu-satunya bakal pasangan calon Pilkada Jakarta 2024 dari jalur independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana, sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) karena syarat dukungan yang dikumpulkan tidak mencapai ketentuan yang diminta.

Ketua KPU DKI Jakarta Wahyu Dinata mengatakan setiap bakal calon, baik jalur independen maupun partai politik, memiliki kendalanya masing-masing.

Karena itu, dia tak bisa menyebut kendala apa saja yang membuat absennya calon independen di Pilgub Jakarta 2024.

"Kalau mengenai kendala bisa ditanyakan langsung ke bakal calonnya. Saya nggak bisa mewakili pendapat calon independen, mungkin bisa ditanya langsung ke bakal calon," kata Wahyu kepada Beritanasional.com, Senin (24/6/2024).

Wahyu berujar, pasangan calon yang ingin maju secara independen diharapkan memiliki tim yang kuat agar mampu menembus persyaratan yang ada.

"Yang pasti, mencari dukungan sebanyak itu perlu perencanaan dan tim yang kuat," ujar Wahyu.

Senada dengan Wahyu, Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi DKI Jakarta, Astri Megatari, mengatakan bahwa pihaknya tak memiliki kuasa untuk mengubah persyaratan agar para calon independen ini bisa maju dalam Pilkada.

Sebab, lanjut Astri, KPU hanya bertugas menjalankan Undang-Undang dengan menjadi penyelenggara Pilkada.

"Sebagai penyelenggara, KPU DKI mengikuti aturan yang ada. Syarat mengenai jumlah minimal dukungan ditentukan oleh Undang-Undang," kata Astri kepada Beritanasional.com.

Sebagai informasi, bakal pasangan calon independen harus mengumpulkan 618.968 dukungan berupa KTP warga Jakarta.

Oleh karenanya, Astri mengakui bahwa tingginya persyaratan tersebut akan menjadi kendala bagi bakal calon independen. Namun, ia tak dapat berbuat banyak karena aturan tersebut bukan dibuat oleh KPU.

"Tentu saja peningkatan jumlah dukungan minimal tersebut pasti berdampak terhadap calon perseorangan. Namun, penentuan jumlah syarat tersebut adalah keputusan dari pembuat Undang-Undang," ujar Astri.

Kata Pengamat soal Fenomena Kerap Terpentalnya Calon Independen di Pilgub Jakarta

Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan, absennya calon independen di Pilkada Jakarta 2024 merupakan kabar buruk bagi demokrasi.

"Karena menu politik untuk pilihan Pilgub tidak ada yang dari calon perseorangan. Semuanya dari partai politik," kata Adi ketika dihubungi, Senin (24/6/2024).

Adi menilai, tidak adanya calon independen ini diakibatkan oleh sulitnya persyaratan. Pasalnya, calon independen harus mengumpulkan 618.968 KTP warga Jakarta.

"Memang cukup berat untuk maju dari jalur perseorangan atau independen di pilkada manapun, termasuk di Pilkada Jakarta, karena selama ini syarat untuk maju dari calon perseorangan itu berat, terutama pada level verifikasi faktual," ujar Adi.

"Jadi ini tentu akan menjadi huru-hara, karena di Pilkada Jakarta kali ini tidak ada calon perseorangan atau calon independen yang bisa ikut bertanding," tambah Adi.

Oleh karena itu, Adi berharap persyaratan ini dapat diubah dan meringankan setiap warga yang ingin maju dalam Pilkada. Mengingat, setiap warga negara memiliki hak untuk maju sebagai bakal calon gubernur ataupun wakil gubernur.

"Ke depan, mestinya syarat untuk maju dari calon perseorangan ini dipermudah dan dilonggarkan karena hak maju untuk menjadi calon gubernur adalah hak setiap warga negara yang tidak harus dibatasi oleh regulasi yang memperlengah," tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: