Dishub Bantah Ada Operator yang Jadi Anak Emas dalam Layanan Mikrotrans

Oleh: Lydia Fransisca
Selasa, 30 Juli 2024 | 18:30 WIB
Suasana aksi unjuk rasa para sopir Mikrotrans di depan Balai Kota DKI Jakarta. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Suasana aksi unjuk rasa para sopir Mikrotrans di depan Balai Kota DKI Jakarta. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo membantah tudingan beberapa operator Mikrotrans bahwa pihaknya menganakemaskan koperasi tertentu agar dapat mengoperasikan angkotnya di ibu kota.

Syafrin menegaskan angkot dari Koperasi Wahana Kalpika (KWK) tak mendominasi Mikrotrans yang mengaspal di Jakarta.

Sebab, realisasi integrasi KWK mencapai 51 persen. Sementara itu, terdapat operator lain yang integrasinya mencapai 70-90 persen.

‘’Tidak (ada anak emas). Tentu jika kita melihat proporsionalnya, ada bahkan yang 90 persen sekian realisasinya, ada 75 persen, 65 persen," ujar Syafrin.

"Jadi, jika melihat itu, sebenarnya rekan-rekan Transjakarta sudah cukup proporsional, tetapi memang masih ada beberapa yang angkanya di bawah 30 persen," tambahnya.

Karena itu, Syafrin mengaku pihaknya bakal meningkatkan angka realisasi integrasi para koperasi yang masih rendah ini.

"Itu akan dilaksanakan secara proporsional oleh teman-teman Transjakarta," ucap Syafrin.

Diberitakan sebelumnya, sejumlah operator Mikrotrans memutuskan untuk mogok kerja dan melakukan aksi unjuk pendapat di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (30/7/2024).

Ketua Koperasi Komilet Jaya Berman Limbong mengatakan, salah satu tuntutan demonstrasi ini terkait kuota pengoperasian Mikrotrans.

Limbong menuturkan dinas perhubungan (dishub) menyatakan terdapat 6.360 bus Mikrotrans yang diintegrasikan dengan layanan Transjakarta.

Namun, lanjut Limbong, jumlah Mikrotrans yang diintegrasikan dengan Transjakarta hanya mencapai 2.795 bus atau setara 43,94 persen. Dari jumlah tersebut, 51 persen diisi oleh koperasi yang diduga dianakemaskan itu.

“Lucunya, Transjakarta bukannya memberikan kesempatan pada operator lain untuk memperbesar daya serap, justru terus saja memberikan kuota pada operator tersebut dengan banyak kemudahan persyaratan dan izinnya,” tutur Limbong.

“Menurut kami, praktik seperti ini tidak sehat dan Transjakarta sebagai pengelola subsidi transportasi harus menghentikan hal tersebut dan bertindak lebih adil serta wajib transparan dalam penentuan pemberian kuota serta pembentukan harga perkiraan sendiri (HPS) kepada mitra operator dan publik," lanjutnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: