Kecelakaan Jeju Air Timbulkan Kekhawatiran soal Perawatan Pesawat

Oleh: Dyah Ratna Meta Novia
Kamis, 02 Januari 2025 | 21:40 WIB
Pesawat Jeju Air meledak (Foto/Yonhap)
Pesawat Jeju Air meledak (Foto/Yonhap)

BeritaNasional.com - Kini Kekhawatiran mengenai kurangnya pemeliharaan dan perawatan oleh maskapai berbiaya rendah (LCC) muncul akibat tragedi Jeju Air, menurut pengamat industri.

Data menunjukkan, ketergantungan yang signifikan pada layanan perbaikan luar negeri untuk pemeliharaan kritis, seperti perbaikan mesin pesawat.

Kejadian kerusakan roda pendaratan pada pesawat Jeju Air B737-800 yang jatuh pada Minggu (29/12/2024) menimbulkan kekhawatiran bahwa maskapai itu mungkin mengutamakan sisi operasional pesawat, dibandingkan waktu pemeliharaan yang memadai. Akibatnya berpotensi mengorbankan aspek keselamatan.

Menurut data dari Kementerian Transportasi, biaya pemeliharaan yang dikeluarkan maskapai domestik di luar negeri mencapai 1,99 triliun won (sekitar 1,35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 21,9 triliun) pada tahun 2023, meningkat 58,2 persen dari 1,26 triliun won (atau sekitar Rp 13,9 triliun) pada 2019.

Kenaikan tersebut lebih signifikan pada LCC. Biaya pemeliharaan luar negeri oleh maskapai berbiaya rendah mencapai 502,7 miliar won (sekitar Rp 5,5 triliun) tahun lalu, meningkat 63,6 persen selama periode yang sama.

Tingkat perbaikan oleh LCC yang dilakukan di luar negeri tercatat mencapai 71,1 persen pada 2023.

Di antara maskapai Korea Selatan, hanya Korean Air dan Asiana Airlines yang memiliki kapasitas untuk melakukan perbaikan besar, termasuk perbaikan mesin, karena mereka memiliki hanggar sendiri serta kapasitas pemeliharaan, perbaikan, dan overhaul (MRO).

LCC tidak memiliki sumber daya tersebut dan harus melakukan alih daya (outsourcing) untuk perbaikan besar, opsi MRO domestik tetap terbatas, dengan hanya Korean Air dan Korea Aviation Engineering & Maintenance Service yang menawarkan layanan semacam itu.

CEO Jeju Air, Kim E-bae, mengakui situasi ini dalam konferensi pers baru-baru ini. Ia mengatakan, perusahaannya melakukan beberapa perbaikan secara lokal dan sisanya dikirim ke penyedia layanan MRO luar negeri.

Dikutip dari Antara, para ahli berpendapat bahwa pengembangan industri MRO domestik yang kuat sangat penting untuk meningkatkan kemampuan pemeliharaan LCC.

Pasar MRO penerbangan global diproyeksikan tumbuh menjadi 124,1 miliar dolar AS (sekitar Rp 2.022 triliun) pada 2034, namun kemajuan Korea Selatan dalam mengembangkan industri ini masih lambat.
 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: