Polisi Masih Buru 1 Editor Video Kasus Penipuan Modus AI Tiru Pejabat Negara

Oleh: Bachtiarudin Alam
Kamis, 23 Januari 2025 | 16:42 WIB
Polisi masih buru 1 editor video kasus penipuan modus AI (Beritanasional/Bachtiar)
Polisi masih buru 1 editor video kasus penipuan modus AI (Beritanasional/Bachtiar)

BeritaNasional.com - Unit V Subdit II Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menetapkan satu buronan dalam kasus penipuan memakai modus meniru pejabat negara memanfaatkan teknologi AI.

Hal ini berkaitan dengan pengungkapan kasus setelah polisi berhasil menangkap pria inisial AMA (29) warga Lampung Tengah yang mencari keuntungan dari tindak kejahatan tersebut.

“Tersangka tidak bekerja sendiri, kegiatan ini merupakan sindikat,” kata Dirtipid Siber Bareskrim Polri, Brigjen Pol Himawan Bayu Aji saat jumpa pers, Kamis (23/1/2025).

Himawan menyebut tersangka yang telah ditetapkan sebagai buronan inisial FA, berperan sebagai editor video meniru pejabat negara untuk menipu bersama tersangka AMA.

“Di mana tersangka dibantu oleh seseorang dengan inisial FA yang saat ini itu sudah kita taruh sebagai DPO. Yang bertugas menyiapkan video deepfake atau yang mengedit tersebut,” jelasnya.

Sementara untuk peran AMA menyebarluaskan video deepfake tersebut ke media sosial yang telah dibuatnya. 

Diketahui bahwa wajah dan suara seperti Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Ibu Sri Mulyani dan pejabat negara lainnya. 
Seolah-olah menyampaikan pernyataan pemerintah menawarkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.

“Pengungkapan kasus ini dilakukan untuk menjaga marwah kewibawaan pemerintah Bapak Presiden Prabowo Subianto dan kabinetnya agar tidak menimbulkan distrust dari masyarakat,” kata Himawan.

Karena, akibat tindakan AMA bersama FA yang sudah berlangsung sejak 2020 dengan konten-konten yang disebarkan. Keduanya berhasil meraup keuntungan yang diterima kurang lebih sebesar Rp 30 juta selama 4 bulan terakhir.

Atas tindakannya, dijerat Pasal 51 ayat (1) Jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Lalu Pasal 378 KUHPidana; dengan ancaman hukuman penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua belas tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000.000.

 


 sinpo

Editor: Dyah Ratna Meta Novia
Komentar: