Kejari Jakpus Segera Tetapkan Tersangka Kasus PDNS Kemkomdigi

BeritaNasional.com - Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pusat data nasional sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) periode 2020-2024.
"Penyidik telah mengantongi beberapa nama calon tersangka dan akan segera ditetapkan dan disampaikan kepada publik," ujar Kasi Intel Kejari Jakarta Pusat Bani Immanuel Ginting dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Jumat (25/4/2025).
Ginting menyebutkan penetapan tersangka semakin terang setelah penyidik juga telah memeriksa 70 saksi dalam perkara ini.
Dari puluhan saksi itu, beberapa di antaranya berasal dari pejabat Komdigi hingga ahli.
"Selama proses penyidikan, hingga saat ini, penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap lebih dari 70 saksi," sebutnya.
Selain itu, Ginting menyampaikan pihaknya telah menggeledah kantor dan gudang milik PT AL, kantor PT. STM (BDx Data Center) di Jakarta dan Tangerang Selatan.
“Penggeledahan ini merupakan kegiatan lanjutan dari serangkaian penggeledahan yang telah dilakukan penyidik sebelumnya. Penyidik memandang perlu untuk dilakukan penggeledahan lanjutan dalam rangka menambah alat bukti untuk memperkuat hasil yang diperoleh selama penyidikan berjalan," ujarnya.
Sekadar informasi, pengusutan kasus ini sesuai dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tertanggal 13 Maret 2025. Dimulai, setelah Kemkominfo (sekarang Kemkomdigi) melakukan pengadaan barang dan jasa PDNS senilai Rp 958 miliar.
Dalam prosesnya, diduga terdapat pengondisian terhadap pemenang kontrak PDNS antara pejabat Kemenkominfo dan pihak swasta, PT AL.
Akibatnya, pada 2020, pejabat Kemenkominfo bersama perusahaan swasta menjadikan PT AL sebagai pemenang kontrak senilai Rp 60,3 miliar. Hal ini berlanjut pada 2021 dengan nilai kontrak yang lebih besar, yakni Rp 102,6 miliar.
"Pada 2022, ada pengondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut untuk memenangkan perusahaan yang sama," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakarta Pusat, Bani Immanuel Ginting yang dikutip pada Sabtu (15/3/2025).
Penunjukan pemenang itu diduga dilakukan dengan menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut bisa terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188,9 miliar.
Selanjutnya, pengondisian berlanjut hingga perusahaan yang sama berhasil memenangkan proyek pekerjaan komputasi awan (cloud) dengan nilai kontrak sebesar Rp 350,9 miliar pada 2023 dan Rp 256,5 miliar pada 2024.
Namun, perusahaan itu bermitra dengan pihak yang tidak dapat memenuhi persyaratan ISO 22301.
Dalam penyidikan, penunjukan pemenang proyek tersebut diduga dilakukan tanpa pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia.
Bahkan, anggaran pelaksanaan PDNS senilai Rp 959,4 miliar tersebut pun tidak dilakukan sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
"Pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposnya data diri penduduk Indonesia, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDNS ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470," ujar Bani.
Sebagai informasi, penyidik telah menggeledah beberapa tempat di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan serta telah menyita beberapa barang bukti, seperti dokumen, uang, mobil, tanah, bangunan, serta barang bukti elektronik.
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 22 jam yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
DUNIA | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 1 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
POLITIK | 23 jam yang lalu