Saksi Ungkap Diminta Ambil Uang Rp 850 Juta dari Harun Masiku di Kantor Hasto

Oleh: Bachtiarudin Alam
Jumat, 25 April 2025 | 15:55 WIB
Terdakwa Hasto Kristiyanto saat digelandang ke KPK. (BeritaNasional/Oke Atmaja)
Terdakwa Hasto Kristiyanto saat digelandang ke KPK. (BeritaNasional/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com - Seorang pekerja swasta Patrick Gerard Masoko alias Gerry mengungkapkan dirinya diminta mengambil koper berisi uang dari calon legislatif (caleg) DPR RI Harun Masiku di Rumah Aspirasi yang menjadi kantor Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Jalan Sutan Syahrir, Menteng, Jakarta Pusat.

Kesaksian itu disampaikan Gerry saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan atas terdakwa Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (25/4/2025).

Hal tersebut diungkapkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK perihal Gerry yang datang ke rumah pada 23 Desember 2019. Setelah ditelepon, mantan kader PDIP Saeful Bahri menemui Harun Masiku untuk mengambil sejumlah uang yang telah disiapkan.

"Waktu saya tanggal 23 pagi itu, ditelepon Saudara Saeful untuk membantu dia. Minta tolong saya, minta tolong ke daerah Menteng ke Rumah Aspirasi itu, Jalan Sutan Syahrir itu untuk ketemu Harun katanya. Katanya mau ambil uang," kata Gerry.

"Sebelum sampai ke sana, ini disebut Harun. Ini saksi sudah kenal atau bagaimana? Kenapa Saeful tiba-tiba sebut Harun Masiku?" tanya jaksa.

"Saya tidak pernah kenal Pak Harun, Pak. Saya enggak tahu itu Harun Masiku atau Harun siapa, Pak," timpal Gerry.

Namun, sesampainya di rumah aspirasi, Gerry tidak bertemu dengan Harun. Dia hanya bertemu Staf Pribadi Sekjen PDIP, Hasto, Kusnadi yang menyerahkan koper berukuran kabin berisi uang Rp 850 juta sebagaimana perintah Saeful.

Gerry lalu mengambil uang tersebut di Kusnadi. Setelah diambil, ia juga sempat menghitungnya. Total ada uang Rp 850 juta dalam pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu.

"Dari Pak Harun, Pak. Informasi dari Pak Saeful itu," jawab Gerry.

Saeful kemudian meminta Gerry untuk memberikan uang itu kepadanya lewat penjaga rumah, Ilham. Saeful meminta agar uang Rp 850 juta itu disisihkan Rp 170 juta untuk diberikan kader PDIP Donny Tri Istiqomah. 

Keterangan itu sebagaimana tertuang dalam BAP Gerry yang dibacakan JPU KPK. Uang Rp 2 juta diberikan kepada dirinya. Sisanya diminta Saeful untuk diserahkan kepada sopir pribadinya, Ilham Yulianto.

“Izin majelis ini masih di-BAP 16 di poin 5, 'selanjutnya sekitar pukul 17.00 WIB, Saudara Saeful menghubungi saya kembali dan menyampaikan, Ger, diantar ke rumah saya ketemu Pak Ilham, dan saya jawab, iya mas. Kemudian, Saudara Saeful menyampaikan uangnya kamu sisihin Rp 170 juta untuk Mas Donny, Rp 2 juta untuk kamu, dan sisanya semuanya kasih ke Pak Ilham'. Sejauh ini, yang saya bacakan apakah demikian?” tutur jaksa.

“iya betul, kurang lebih seperti itu, Pak,” balas Gerry.

“Oke, 'kemudian saya jawab, iya Mas, kemudian uang untuk Saudara Donny Rp 170 juta saya masukan ke dalam tas plastik dan sisanya tetap berada dalam koper warna abu-abu tersebut '. Demikian kah?” lanjut jaksa.

“Betul,” timpal Gerry mengonfirmasi

“Setelah itu bagaimana?” cecar jaksa.

“Setelah saya antar ke Pak Ilham, saya langsung balik ketemu pak Donny pak, saya antar ke pak Donny sejumlah yang Rp 170 (juta) ya pak,” kata Gerry.

Dalam perkara ini, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto didakwa JPU KPK diduga telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan perintangan penyidikan dalam kasus kepengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI Harun Masiku.

Hasto bersama dengan orang kepercayaan, yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

Selanjutnya, demi menghilangkan barang bukti, Hasto juga diduga memerintahkan Harun Masiku merendam ponselnya agar tidak terlacak KPK setelah diterbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).

Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: