Makna dan Tradisi Perayaan Hari Waisak Umat Buddha

Oleh: Tim Redaksi
Selasa, 29 April 2025 | 18:00 WIB
Hari Raya Waisak. (Foto/freepik).
Hari Raya Waisak. (Foto/freepik).

BeritaNasional.com - Hari Raya Waisak adalah hari besar untuk umat Buddha dalam memperingati tiga peristiwa penting sang Buddha Gautama, yakni kelahiran, pencerahan (Satori), dan Parinivana (wafat). 

Biasanya, Hari Raya Waisak ini dilakukan di seluruh dunia oleh umat Buddha dengan melakukan kegiatan keagamaan seperti upacara, meditasi, dan khotbah agama. 

Perayaan ini dimulai dari mengambil air berkat. Pengambilan air berkat ini biasanya dilakukan di sumber mata air yang suci dan disertai dengan penyalaan obor. Diakhiri dengan pelepasan ribuan lampion yang biasa dilakukan pada jam 21.00 WIB, lebih tepatnya pada malam hari. 

Tak hanya itu, umat Buddha juga mempunyai beberapa tradisi yang penuh makna dan sarat nilai spiritual, umum dilakukan ketika hari Waisak. 

1. Mengamalkan Lima Sila Buddha

Tak hanya di momen Waisak, Lima Sila Buddha ini tercantum dalam kitab Tripitaka menjadi pedoman hidup umat Buddha sehari-hari. Umat Buddha berusaha untuk menghindari perbuatan mencuri, membunuh, berbohong, melakukan perzinahan, serta mengonsumsi alkohol. Berikut isi Lima Sila Buddha.

- Panatipata veramani sikkhapadang samadiyami

(Aku bertekad melatih menahan diri dari membunuh makhluk hidup)

- Adidana veramani sikkhapadang samadiyami

(Aku bertekad melatih menahan diri dari mengambil barang yang tak diberikan)

- Kamesumiccharacara veramani sikkhapadang samadiyami

(Aku bertekad melatih menahan diri dari perbuatan asusila)

- Musavada veramani sikkhapadang samadiyami

(Aku bertekad melatih menahan diri dari bicara yang tidak benar)

- Surameraya majjapamadattana veramani sikkhapadang samadiyami

(Aku bertekad melatih menahan diri dari tidak makan makanan/minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kewaspadaan)

2. Menyalakan Lilin dan Melepas Lampion 

Perayaan Hari Waisak dikaitkan dengan cahaya, salah satunya dengan penggunaan lilin. Umat Buddha akan menyalakan lilin saat Hari Waisak. Biasanya, lilin yang dipakai berbentuk bunga lotus, melambangkan pengusiran kegelapan dari dunia. 

Selain itu, bunga lotus yang tumbuh di air keruh diyakini sebagai memperindah dunia. Tradisi melepas lampion sering kali dilakukan di candi yang juga bagian dari perayaan hari raya Waisak. 

3. Memandikan Patung Buddha di Wihara

Sebelum Waisak, umat Buddha melakukan ritual dengan memandikan patung Buddha di vihara sebagai simbol penyucian diri. Umat Buddha mengantre, memandikan patung Buddha menggunakan air suci yang disertai dengan doa yang dibacakan biksu. Proses ini menandakan pembersihan diri dari kotoran batin serta kesiapan dalam menyambut Waisak dengan hati suci. 

4. Mengenakan Pakaian Putih 

Warna putih melambangkan kemurnian hati dan kesucian. Walaupun tak ada aturan khusus mengenai pakaian ketika Waisak, sebagian pemuka agama Buddha menyarankan untuk menggunakan pakaian putih sebagai bentuk penghormatan dan juga keseriusan dalam merayakan Hari Raya Waisak. 

5. Mengibarkan Bendera Buddha

Di beberapa daerah, umat Buddha mengibarkan bendera Buddha di depan rumah. Bendera ini mempunyai lima warna dengan makna mendalam. Warna-warnanya diambil dari warna tubuh Sang Buddha, gabungan dari lima warna itu disebut dengan istilah "Prabhasvara" yang berarti bercahaya dengan sangat terang atau gemilang. 

Berikut warna dengan simbolisme tersendiri.

Warna biru berasal dari warna rambut Buddha, melambangkan bakti atau pengabdian.

Warna kuning emas berasal dari warna kulit Buddha, melambangkan kebijaksanaan.

Warna merah tua berasal dari warna darah Buddha, melambangkan cinta kasih.

Warna putih berasal dari warna tulang dan gigi Buddha, melambangkan kesucian.

Warna jingga berasal dari warna telapak tangan, kaki, dan bibir Buddha, melambangkan semangat.

Tradisi-tradisi Waisak ini bukan hanya ritual, tetapi perwujudan nilai-nilai luhur Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Cahaya lilin dan lampion menjadi pengingat untuk selalu menyebarkan kebaikan dan memandikan patung Buddha melambangkan penyucian diri.

(Nadira Lathiifah)

 sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: