Menko Yusril Jelaskan Alasan Pemerintah Tak Izinkan Hambali Kembali ke Indonesia

BeritaNasional.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menjelaskan alasan dari tidak mengizinkan pengembalian Encep Nurjaman alias Hambali bisa kembali ke İndonesia.
Menurutnya, sikap itu dinyatakan karena hingga saat ini status kewarganegaraan Hambali belum dapat dipastikan secara hukum. Di mana, Hambali kini tengah diadili pengadilan militer Amerika Serikat setelah lebih dari 20 tahun ditahan di Guantanamo.
"Yang saya katakan adalah Indonesia pada prinsipnya tidak mengenal adanya dwi kewarganegaraan. Jika ada WNI yang dengan sadar menjadi warga negara lain, dan memegang paspor negara lain, maka status kewarganegaraan Indonesianya (WNI) otomatis gugur sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar Yusril melalui keterangan tertulis, Sabtu (14/6/2025).
Karena sejak tahun 2003, Hambali ditahan oleh otoritas Amerika Serikat di fasilitas Guantanamo Bay, Kuba. Hambali dituduh militer Amerika Serikat terlibat dalam serangkaian tindakan terorisme internasional di berbagai negara termasuk tuduhan menjadi aktor intelektual kasus bom Bali tahun 2002.
Sementara saat ditangkap di Thailand, Hambali tidak memegang paspor Indonesia dan tidak menunjukkan identitas sebagai WNI, melainkan paspor asing dari dua negara berbeda, yakni Spanyol dan Thailand. Hal itu turut menyulitkan upaya verifikasi yang akurat terkait status kewarganegaraannya.
"Hambali ditangkap tidak menunjukkan paspor Indonesia, tetapi paspor Spanyol dan Thailand. Hingga kini, kita belum memperoleh data yang sahih dan dokumen resmi yang membuktikan statusnya sebagai Warga Negara Indonesia," jelas Yusril.
Sebab, kata Yusril, Indonesia menganut prinsip single citizenship sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Sesuai, Pasal 23 UU bahwa seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan apabila memperoleh kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri.
Dengan ketentuan tersebut, apabila Hambali secara sah memperoleh kewarganegaraan lain dan tidak pernah memohon agar kembali menjadi WNI. Maka secara hukum eks kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) itu bukan lagi Warga Negara Indonesia.
Sekiranya keadaannya demikian, maka Pemerintah berdasarkan UU Keimigrasian berwenang untuk menangkal warganegara asing yang dianggap merugikan kepentingan negara untuk memasuki wilayah negara RI.
"Sesuai hukum yang berlaku, jika seseorang telah menjadi warga negara asing dan tidak ada permohonan resmi untuk kembali menjadi WNI, maka Indonesia tidak dapat mengklaimnya sebagai warga negara kita,” jelas Yusril.
“Dalam kasus Hambali, situasinya belum terang. Karena itu, posisi pemerintah Indonesia masih menunggu kejelasan status dan dokumen resminya," sambung dia.
Pemerintah Indonesia, lanjut Yusril, tetap berkomitmen menjalankan prinsip-prinsip hukum internasional dan nasional secara konsisten, termasuk dalam menangani isu-isu sensitif terkait kewarganegaraan dan penahanan WNI di luar negeri.
Sekedar informasi Hambali diketahui merupakan otak di balik peristiwa bom Bali pada 2002, di mana turut menghancurkan Sari Club dan Paddy's Bar dengan total korban tewas mencapai 202 orang.
Pria kelahiran 4 April 1964 itu juga merupakan orang yang mendanai aksi serangan bom di depan rumah Duta Besar (Dubes) Filipina di Jakarta, pada 1 Agustus 2000. Lalu, serangan bom di Atrium Senen, Jakarta, pada 1 Agustus 2001.
Termasuk adanya dugaan, Hambali menjadi sosok aktor intelektual yang ada di belakang serangan bom Kedutaan Besar Australia (9 September 2004), bom Bali 2 (1 Oktober 2005), dan terakhir bom Marriot-Ritz Carlton (17 Juli 2009).
Meski pun dirinya telah ditangkap dalam operasi gabungan CIA-Thailand di Ayutthaya, Thailand pada 14 Agustus 2003. Hingga akhirnya dipindahkan ke penjara militer Amerika Serikat di Guantanamo, Kuba, pada September 2006, setelah ditahan di penjara rahasia milik CIA.
EKBIS | 2 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 20 jam yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 1 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 14 jam yang lalu
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
POLITIK | 2 hari yang lalu
POLITIK | 1 hari yang lalu