Soroti Paket Stimulus Ekonomi, BAKN DPR Minta Para Menteri Jangan Andalkan Solusi Instan

BeritaNasional.com - Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Fraksi PKS, Amin Ak, mengkritisi peluncuran paket stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun oleh pemerintah yang berjalan pada Juni–Juli 2025.
Menurutnya program ini patut diapresiasi namun pendekatan ini tetap bersifat jangka pendek dan belum menyasar akar persoalan fundamental ekonomi nasional.
“Kita menghadapi situasi ekonomi yang kompleks, pertumbuhan melambat, daya beli turun, PHK melonjak. Yang dibutuhkan bukan sekadar diskon dan subsidi, tapi strategi menyeluruh untuk memperkuat fondasi ekonomi dan melindungi kelas menengah yang semakin terhimpit,” tegasnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 hanya mencapai 4,87%, turun dari 5,11% pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan hanya tumbuh 4,89%.
“Angka ini menandakan bahwa stimulus-stimulus sebelumnya tidak cukup efektif untuk menggerakkan konsumsi. Deflasi 0,37% pada Mei lalu adalah sinyal lemahnya permintaan agregat,” tambahnya.
Anggota Komisi VI DPR RI itu juga menyoroti lonjakan PHK lebih dari 470.000 pekerja sejak 2023, dengan tambahan 70 ribu PHK dalam 6 bulan terakhir, mayoritas di sektor manufaktur dan teknologi.
Menurut Amin, program reskilling dan perlindungan sosial masih jauh dari memadai. Koefisien Gini yang naik dari 0,381 (2022) menjadi 0,388 (awal 2025) memperkuat bukti bahwa ketimpangan semakin besar.
Fraksi PKS meminta pemerintah lebih fokus pada reformasi struktural jangka panjang.
Reformasi perpajakan yang progresif, untuk meningkatkan penerimaan tanpa membebani kelompok rentan. Realisasi penerimaan pajak saat ini baru 14,7% dari target.
Investasi besar-besaran pada sumber daya manusia, terutama pendidikan vokasional dan pelatihan ulang bagi korban PHK.
Peningkatan perlindungan kelas menengah, yang kini terjepit antara kenaikan harga kebutuhan dan stagnasi upah riil.
“Kelas menengah adalah mesin pertumbuhan. Jika mereka kehilangan daya beli, maka ekonomi tidak akan pulih, apa pun stimulus jangka pendek yang diberikan,” ujar Amin.
Organisasi Internasional OECD telah menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 4,9% ke 4,7%, serta memperingatkan bahwa tanpa reformasi struktural, Indonesia rentan terhadap volatilitas eksternal dan stagnasi produktivitas.
Amin juga menyoroti belum adanya peta jalan reformasi struktural yang jelas dari para menteri bidang ekonomi.
“Kelas menengah sedang terluka, tapi yang disasar justru permukaan. Para menteri ekonomi belum punya peta jalan reformasi struktural yang terintegrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Amin mendesak adanya sinergi antara kebijakan fiskal, moneter, dan ketenagakerjaan yang lebih terintegrasi. Kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga menjadi 5,50 persen dinilai belum cukup karena bunga pinjaman tetap tinggi dan perbankan masih enggan menyalurkan kredit.
“Stimulus hanya efektif bila diikuti keberanian reformasi struktural dan arah kebijakan yang jelas. Pemerintah jangan hanya menambal, tapi harus menyusun cetak biru kebijakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
DUNIA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu