KPK Dalami Eks Staf Kementan yang Buat Agen Pengurusan TKA

Oleh: Bachtiarudin Alam
Selasa, 17 Juni 2025 | 11:45 WIB
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. (BeritaNasional/Panji Septo)
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo. (BeritaNasional/Panji Septo)

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami mantan aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Ketenagakerjaan yang membuat agen-agen pengurusan izin kerja tenaga kerja asing (TKA).

Hal itu dikonfirmasi Juru Bicara KPK Budi Prasetyo terkait hasil pemeriksaan mantan Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muller Silalahi. 

Sebagai informasi, Muller merupakan mantan staf ahli Menaker era Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Budi mengatakan pembuatan agen TKA oleh mantan staf Kemenaker menjadi materi penyidikan.

“Itu juga (pembuatan agen TKA) masuk ke materi penyidikan yang didalami oleh teman-teman penyidik untuk membuka perkara ini,” ujar Budi di Gedung Merah Putih yang dikutip pada Selasa (17/6/2025).

Saat ditanya apakah perkara tersebut berpotensi terjadi sebelum Cak Imin menjabat Menaker, Budi mengatakan perlu mendalaman untuk memeriksa hal tersebut.

“Semuanya didalami, namun untuk pemeriksaan ini masih didalami terkait dengan apa yang dia (Muller) lakukan, apa yang dia ketahui ketika mengelola agen dengan pengurusan TKA,” tuturnya. 

Budi mengatakan belum bisa membeberkan jumlah agen TKA yang diduga turut mendapat keuntungan dalam perkara ini. Ia menuturkan tim penyidik masih melakukan perhitungan.

“Total belum, namun KPK sampai hari ini terus mendalami. Jumlahnya tentu belum bisa kami sampaikan juga karena masih terus berkembang pemeriksaannya,” katanya. 

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo menyebut praktik pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) terjadi sejak 2012.

"Praktik ini bukan hanya dari 2019, dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan memang praktik ini sudah mulai berlangsung sejak 2012," ujar Budi Sukmo.

Ia menyebut KPK membuka ruang pengembangan perkara, tidak sebatas dugaan pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Pasal gratifikasi kami tetapkan ini sebagai pasal lapisan, apabila nanti memang secara alat bukti untuk pemerasannya,” katanya.

“Misalnya, kami tidak mendapatkan alat bukti yang kuat sehingga kemarin dari diskusi dengan teman-teman penuntutan kita lapiskan pasal gratifikasi," imbuhnya. 

Ia menambahkan penerapan pasal gratifikasi dipersiapkan apabila ditemukan keterlibatan pihak di level menteri. 

"Sehingga nanti kalau bisa sampai ke level paling tinggi di kementerian tersebut bisa mencakup unsur-unsur pasal yang dikenakan," tuturnya. 

Di samping itu, KPK turut mempertimbangkan penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap para pihak yang diduga menerima hasil pemerasan.

"Penerapan pasal ini menjadi bagian dari upaya pemulihan aset (asset recovery) atas tindak pidana korupsi yang terjadi," tandasnya.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: