Denny JA: Kemandirian Energi Adalah Sebuah Keharusan

Oleh: Tim Redaksi
Jumat, 11 Juli 2025 | 15:25 WIB
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA. (Foto/istimewa)
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA. (Foto/istimewa)

BeritaNasional.com - Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi (PHE), Denny JA, menegaskan pentingnya kemandirian energi sebagai bagian krusial dari ketahanan nasional.

Dalam acara perkenalan pengurus baru PHE yang digelar di Jakarta, Kamis (10/7/2025), ia menyampaikan urgensi eksplorasi lahan minyak baru guna mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor energi.

“Jika tak ada penemuan lahan minyak baru, tak akan ada kemandirian energi. No discovery, no sovereignty,” ujar Denny JA di hadapan jajaran direksi, komisaris, dan para pekerja PHE dikutip, Jumat (11/7/2025).

Saat ini, Indonesia hanya mampu memproduksi sekitar 600 ribu barel minyak per hari, sementara kebutuhan nasional mencapai 1,2 hingga 1,4 juta barel.

Artinya, lebih dari 40 persen pasokan minyak dalam negeri masih bergantung pada impor. Ketergantungan ini, menurut Denny, menjadi titik lemah yang rawan terhadap guncangan global.

Denny menekankan bahwa “mandiri” bukan hanya jargon pembangunan, tetapi menyangkut daya hidup bangsa. Ia menegaskan pentingnya kemandirian di tiga sektor utama: ekonomi, pangan, dan energi.

“Di tengah dinamika geopolitik dan fluktuasi harga energi dunia, kemandirian energi bukan lagi opsi, tetapi keharusan,” tegasnya.

Pernyataan ini, lanjutnya, sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan ketahanan dan kemandirian nasional sebagai fondasi strategis pembangunan.

Denny juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tren penurunan produksi migas nasional. Ia membandingkan capaian Indonesia pada era 1970-an yang mampu memproduksi 1,2 juta barel per hari, dengan kondisi saat ini yang hanya mencapai setengahnya.

Sementara itu, negara-negara lain seperti Amerika Serikat (12 juta bph), Arab Saudi (10 juta bph), dan Iran (2,5 juta bph) terus mencatatkan pertumbuhan produksi yang signifikan.

“Kita hanya memproduksi sekitar 5–20 persen dari kapasitas negara-negara tersebut,” jelasnya.

Denny mengidentifikasi tiga pilar utama yang membedakan negara-negara yang berhasil membangun kemandirian energi dari yang stagnan. 

Eksplorasi dan Teknologi. Penemuan cadangan baru dan adopsi teknologi eksplorasi mutakhir menjadi kunci dalam menjaga tingkat produksi migas.

Tata Kelola dan Transparansi. Menurutnya, sektor energi harus bebas dari dominasi oligarki yang diuntungkan dari impor.

“Tanpa tata kelola yang sehat, produksi akan kalah oleh mafia impor,” bebernya.

Stabilitas Kebijakan Jangka Panjang
Industri energi memerlukan arah kebijakan yang konsisten dan tidak berubah-ubah setiap pergantian rezim. Ia mencontohkan Venezuela yang mengalami kemunduran karena instabilitas kebijakan energi.

Untuk mengejar kemandirian energi, Denny menekankan perlunya strategi menyeluruh, mulai dari percepatan eksplorasi lahan migas baru, insentif bagi investor, hingga penguatan riset teknologi eksplorasi dalam negeri.

Ia juga mendorong diversifikasi sumber energi, termasuk percepatan transisi ke energi terbarukan seperti panas bumi, surya, dan bioenergi. Selain itu, pemerintah didorong menetapkan roadmap energi nasional yang jelas dan konsisten lintas pemerintahan.

“Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, swasta, dan lembaga riset sangat penting untuk menciptakan ekosistem energi yang sehat dan berkelanjutan,” ujarnya.

Menutup sambutannya, Denny menyampaikan harapan kolektif dalam suasana penuh semangat dan sedikit humor.

“Dalam dunia Marvel, kita mengenal Fantastic Four—empat tokoh penjaga keadilan. Di sini, kami punya delapan komisaris. Bolehlah kita menyebut diri sebagai Fantastic Eight,” ujarnya disambut tawa hadirin.

Ia pun berharap, di akhir masa jabatan, PHE berada dalam posisi lebih kuat, dengan produksi yang meningkat, kebijakan yang kokoh, dan dedikasi yang mampu dibanggakan.

“Semoga kita semua bisa meninggalkan jabatan ini dengan kepala lebih tegak,” tutupnya.sinpo

Editor: Harits Tryan
Komentar: