Laporan: Influencer Populer Tak Lagi Efektif Dorong Konsumen untuk Belanja

Oleh: Tim Redaksi
Jumat, 18 Juli 2025 | 16:30 WIB
Ilustrasi belanja online. (Foto/Freepik)
Ilustrasi belanja online. (Foto/Freepik)

BeritaNasional.com -  Platform kemitraan commerce global impact.com bersama penyedia data pasar Cube baru saja merilis edisi ketiga laporan tahunan mereka yang membahas tren pemasaran influencer di sektor e-commerce Asia Tenggara.

Laporan bertajuk "E-commerce Influencer Marketing in Southeast Asia 2025" ini menyoroti pergeseran besar dalam strategi digital brand, terutama terkait peran penting pemasaran afiliasi dalam memperkuat keterlibatan dan konversi melalui kreator konten.

Dalam riset yang melibatkan lebih dari 2.400 responden dari enam negara (Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam), terungkap bahwa afiliasi kreator kini menjadi kekuatan utama dalam mendongkrak penjualan, seiring meningkatnya ekspektasi konsumen terhadap konten orisinal dan bernilai.

Influencer Marketing Tak Lagi Soal Jumlah Followers

Salah satu temuan menarik dalam laporan ini adalah turunnya pengaruh mega influencer (lebih dari 1 juta pengikut) terhadap keputusan pembelian. Hanya 59% konsumen mengaku masih terpengaruh oleh mereka angka ini turun 7% dibanding tahun lalu.

Sebaliknya, micro dan nano influencer dianggap lebih otentik dan relatable. Penurunan kepercayaan terhadap influencer besar mendorong brand untuk fokus pada kemitraan yang lebih personal dan berkelanjutan, bukan hanya mengejar angka jangkauan.

Konsumen Ingin Konten yang Menghibur dan Edukatif

Kebutuhan konsumen kini tak hanya sebatas hiburan. 77% responden mengatakan mereka mengakses konten influencer untuk hiburan, namun 64% juga mencari konten edukatif yang bisa memberi wawasan baru baik soal produk, gaya hidup, hingga solusi sehari-hari.

Di sisi lain, YouTube menjadi platform terpopuler untuk konsumsi konten influencer, terutama yang bersifat informatif, diikuti oleh Facebook dan TikTok.

Kreator Afiliasi & KOS Jadi Motor Baru E-Commerce

Tren baru dalam lanskap influencer marketing adalah munculnya Key Opinion Sellers (KOS) kreator yang aktif berjualan dan memberikan ulasan produk langsung, khususnya di TikTok Shop. Di Thailand, 9 dari 10 kreator TikTok dengan performa tertinggi adalah KOS.

Sementara itu, lebih dari 83% konsumen di Asia Tenggara menyatakan mereka pernah membeli produk melalui tautan afiliasi. Kategori seperti kecantikan (62%) dan fesyen (54%) menjadi yang paling populer dalam pembelian via kreator.

Marketplace Jadi Kanal Favorit untuk Affiliate Marketing

Marketplace seperti Shopee, Lazada, dan TikTok Shop kian agresif dalam mendorong program afiliasi dengan memberikan komisi yang kompetitif, berkisar 4–13% tergantung kategori. Produk kecantikan tercatat sebagai kategori dengan komisi tertinggi dan performa paling stabil.

Menariknya, 34% konsumen menemukan produk pertama kali melalui marketplace, disusul situs web brand (32%) dan channel influencer (31%). Ini menunjukkan bahwa keterlibatan kreator di ekosistem marketplace semakin krusial.

Strategi Influencer Berbasis Kinerja Jadi Kebutuhan Mendesak

Menurut Adam Furness, Managing Director APAC impact.com, kini saatnya brand beralih dari model influencer tradisional menuju kemitraan berbasis performa.

“Konsumen semakin cerdas. Mereka menginginkan keaslian, nilai, dan kemudahan transaksi. Brand yang ingin relevan harus mulai membangun hubungan jangka panjang dengan kreator, bukan hanya sekadar endorse,” ujarnya, dikutip dalam keterangannya, Jumat (18/7/2025).

Ringkasan Insight Utama untuk Brand:

  • Kepercayaan terhadap mega influencer menurun; mikro-kreator justru dianggap lebih terpercaya.
  • KOS (Key Opinion Seller) makin dominan di platform seperti TikTok Shop.
  • Affiliate marketing semakin populer, mendorong pembelian nyata dari konten kreator.
  • Marketplace memberikan komisi menarik dan jadi kanal utama penemuan produk.
  • Strategi berbasis data dan performa adalah masa depan influencer marketing.

Sebagai catatan, laporan ini juga dilengkapi wawancara eksklusif dengan para kreator, agensi, dan pelaku industri untuk memberikan gambaran komprehensif tentang masa depan pemasaran digital di Asia Tenggara.sinpo

Editor: Imantoko Kurniadi
Komentar: