KPK: Kerugian Negara Akibat Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024 Lebih dari Rp 1 Triliun

BeritaNasional.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga awal kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 mencapai Rp 1 triliun.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan perhitungan tersebut merupakan angka awal yang sudah ditelisik lembaga antirasuah.
“Dalam perkara ini, hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun,” ujar Budi dikutip Selasa (12/8/2025).
Budi mengatakan perhitungan tersebut baru dilakukan internal KPK saja. Ke depannya, KPK akan mendiskusikan hasil perhitungan itu dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Sudah didiskusikan juga dengan teman-teman di BPK, tetapi masih hitungan awal. Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detail lagi,” tuturnya.
Sebelumnya, KPK menaikkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 ke tahap penyidikan setelah mengumpulkan beberapa alat bukti.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan langkah itu diambil setelah tim penyelidik menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam proses tersebut.
“Terkait dengan perkara haji, KPK telah meningkatkan kasus penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag tahun 2023–2024 ke tahap penyidikan,” ujar Asep.
Menurut Asep, proses penyelidikan telah menemukan adanya peristiwa yang patut diduga sebagai tindak pidana korupsi.
Dugaan tersebut berkaitan langsung dengan mekanisme penentuan kuota haji dan tata kelola penyelenggaraan ibadah haji oleh Kemenag dalam dua tahun terakhir.
“KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi terkait dengan penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kemenag,” tuturnya.
Berdasarkan temuan tersebut, Asep menyimpulkan perkara itu layak dilanjutkan ke tahap penyidikan sehingga KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum.
“Sehingga disimpulkan untuk dilakukan penyidikan. Penyidikan perkara ini KPK menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum,” kata dia.
Adapun dasar hukum yang digunakan dalam proses penyidikan mengacu pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, penyidikan juga merujuk pada Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
TEKNOLOGI | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
HUKUM | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu