KPAI Sebut Fenomena Mobilisasi Anak Lakukan Demo Bentuk Eksploitasi, Ini Alasanya

Oleh: Ahda Bayhaqi
Rabu, 03 September 2025 | 16:08 WIB
Anggota KPAI, Sylvana Maria Apituley. (Foto/SinPo.id/Istimewa)
Anggota KPAI, Sylvana Maria Apituley. (Foto/SinPo.id/Istimewa)

BeritaNasional.com - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti fenomena aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan di Jakarta dan beberapa daerah lainnya. Peristiwa tersebut ternyata diwarnai praktik mobilisasi anak. 

Komisioner KPAI Sylvana Maria Apituley menyebut keterlibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi berujung anarki dan tindak kriminal merupakan bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan hak-hak anak.

"Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menjamin hak anak untuk didengar, mendapatkan informasi sesuai usia, dan bebas dari eksploitasi politik,” kata Sylvana dalam keteranganya pada Rabu (3/9/2025).

Meski, dalam aturan tersebut, telah dijamin kebebasan anak untuk menyampaikan pendapat, berkumpul, dan berserikat. Namun, perlindungan tersebut juga harus disesuaikan dengan aspek perkembangan usia, kesiapan mental, dan keselamatan anak.

“Faktanya, kami menemukan adanya mobilisasi anak untuk ikut unjuk rasa tanpa edukasi yang memadai. Ini bukan partisipasi, melainkan eksploitasi," tegasnya.

KPAI mencatat adanya temuan aparat kepolisian yang mendapati anak-anak dipersenjatai petasan hingga bom molotov saat terjadi kerusuhan. Lebih memprihatinkan lagi, sebagian anak juga ikut melakukan penjarahan di sejumlah daerah.

"Sangat disayangkan, bukan hanya di Jakarta, tapi juga di beberapa wilayah lain seperti Surabaya, Kediri, Pekalongan, dan Tegal, anak-anak ikut melakukan penjarahan. Ini situasi darurat yang harus segera dihentikan," imbuhnya.

Karena itu, KPAI meminta Polri untuk bersikap profesional, persuasif, dan humanis saat menangani anak-anak yang terlibat dengan tetap patuh terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dalam setiap proses penanganan.

"Anak-anak yang diperiksa tidak boleh mengalami kekerasan, baik fisik maupun verbal. Proses pemeriksaan harus dilakukan maksimal 24 jam, dan tempatnya wajib dipisahkan dari tahanan orang dewasa," tegasnya.

Di sisi lain, KPAI meminta kepada kepolisian untuk segera mengusut provokator yang memobilisasi anak-anak dalam aksi kerusuhan guna mencegah kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.

"Kami berharap polisi bisa mengungkap siapa pihak yang memprovokasi dan memobilisasi anak-anak. Penegakan hukum harus dilakukan secara transparan, adil, dan tuntas," katanya.

Di sisi lain, KPAI juga menekankan pentingnya peran orang tua, sekolah, dan masyarakat dalam memberikan pemahaman kepada anak mengenai risiko keterlibatan dalam aksi berbahaya seperti kerusuhan dan penjarahan.

 sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: