Terungkap Modus Korupsi Chromebook, Sudah Dikunci Nadiem dengan Google Sebelum Pengadaan

Oleh: Bachtiarudin Alam
Kamis, 04 September 2025 | 16:55 WIB
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim diperiksa KPK (Beritanasional.com/Oke Atmaja)
Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim diperiksa KPK (Beritanasional.com/Oke Atmaja)

BeritaNasional.com -  Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim  ditetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi Digitalisasi Pendidikan 2019–2022, terkait proyek laptop Chromebook.

Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap modus Nadiem dalam memuluskan proyek pengadaan laptop Chromebook tersebut.  Praktik korup tersebut telah disusun sejak awal pertemuan dengan pihak Google İndonesia pada Februari 2020.

“NAM yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi, melakukan pertemuan dengan pihak dari Google Indonesia dalam rangka membicarakan mengenai produk dari Google,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung RI Nurcahyo Jungkung Madyo di Kejagung, Kamis (4/9/2025).

Dalam pertemuan itu, lanjut Nurcahyo, pembahasan secara spesifik mengarah dalam program Google For Education dengan menggunakan Chromebook yang bisa digunakan para peserta didik atau pelajar.

Sehingga dari beberapa kali pertemuan Nadiem dengan Google telah disepakati produk dari Google, yaitu Chrome OS dan Chrome Device Management (CDM) untuk dibuat dalam proyek pengadaan alat teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Setelah ada kesepakatan, pada tanggal 6 Mei 2020, Nadiem mengundang jajarannya, di antaranya H selaku Dirjen Paud Dikdasmen T selaku Kepala Badan Litbang Kemendikbud Ristek JT dan FH selaku staf khusus menteri untuk rapat tertutup membahas proyek tersebut.

“Membahas pengadaan atau kelengkapan alat TIK, yaitu menggunakan Chromebook sebagaimana perintah dari NAM. Sedangkan saat itu pengadaan alat TIK ini belum dimulai,” ucapnya.

Atas perintah Nadiem dalam pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 yang akan menggunakan Chromebook, SW selaku Direktur SD dan M selaku Direktur SMP membuat juknis juklap spesifikasinya untuk mengunci pemakaian Chrome OS. 

Setelah dikunci untuk memuluskan proyek hasil kerjasama Nadiem bersama Google İndonesia. Barulah tim teknis membuat kajian review teknis yang dijadikan spesifikasi teknis dengan menyebut Chrome OS. 

“NAM pada bulan Februari 2021 telah menerbitkan Permendikbud nomor 5 tahun 2021 tentang petunjuk operasional dana alokasi khusus fisik reguler bidang pendidikan tahun anggaran 2021 yang dalam lampirannya sudah mengunci spesifikasi Chrome OS,” ucapnya.

Dampaknya, ketentuan yang dibuat Nadiem turut melanggar Peraturan Presiden nomor 123 tahun 2020 tentang petunjuk teknis dana alokasi khusus fisik tahun anggaran 2021. Kedua, peraturan Presiden nomor 16 tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 tentang pengadaan barang jasa pemerintah. 

Selanjutnya peraturan Ketiga, peraturan LKPP nomor 7 tahun 2018 sebagaimana telah diubah dengan peraturan LKPP nomor 11 tahun 2021 tentang pedoman perencanaan pengadaan barang jasa pemerintah.

“Kerugian keuangan negara yang timbul dari kegiatan pengadaan TIK diperkirakan senilai kurang lebih Rp1.980.000.000.000 yang saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP,” tuturnya.

Adapun, Nadiem telah ditetapkan sebagai tersangka kelima setelah sebelumnya ada empat tersangka yakni Sri Wahyuningsih (SW) selaku Direktur SD Kemendikbud Ristek, Mulatsyah (MUL) sebagai Direktur SMP Kemendikbud Ristek, Juris Tan (JT) selaku eks staf khusus Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arif (IBAM) selaku Konsultan Teknologi Kemendikbud Ristek.

Mereka dijerat dugaan persekongkolan jahat berujung korupsi terhadap program digitalisasi tersebut. Berkaitan bantuan laptop Chromebook dengan anggaran keseluruhan Rp9,3 triliun yang berujung kerugian negara Rp1,9 triliun.

Akibatnya para tersangka dijerat sesuai Pasal 1 Ayat 14 juncto Pasal 42 Ayat 1 juncto Pasal 43 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 Undang -Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.

 sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: