BPS Diminta Evaluasi Data Kemiskinan, Desil Dinilai Tak Sesuai Realita

BeritaNasional.com - Metode desil dalam pengukuran tingkat kesejahteraan masyarakat kembali dipersoalkan. Skema pembagian populasi ke dalam sepuluh kelompok yang selama ini digunakan dalam penyusunan data kemiskinan dinilai, belum sepenuhnya sesuai dengan realitas sosial, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dalam praktiknya, asumsi sebaran penduduk bersifat normal kerap bertolak belakang dengan kondisi lapangan. Hal ini berdampak pada banyaknya keluarga miskin yang terpinggirkan dari daftar penerima bantuan sosial.
Persoalan tersebut menjadi sorotan anggota DPD RI dari Dapil NTT Stevi Harman, saat mengikuti Rapat Kerja bersama Badan Pusat Statistik (BPS), kemarin.
“Di NTT, konsentrasi kemiskinan menumpuk di lapisan terbawah. Masyarakat yang berada di desil 4, 5, bahkan 6, kenyataannya masih hidup dengan kondisi yang nyaris sama dengan desil 1 hingga 3,” ujarnya.
Kondisi tersebut berimplikasi langsung pada terputusnya akses sebagian keluarga miskin terhadap program perlindungan sosial.
Ia mencontohkan, di banyak desa, keluarga yang kesulitan membeli kebutuhan pokok sudah dikategorikan menengah hanya karena perhitungan statistik.
“Banyak keluarga yang nyata-nyata miskin justru terhapus dari daftar penerima bantuan, semata-mata karena posisi mereka secara data berada di desil 5 atau 6,” tegasnya.
Stevi juga mengingatkan agar indikator teknis dalam penyusunan data tidak semata-mata berpatokan pada variabel fisik rumah tangga.
Menurutnya, aspek seperti kepemilikan telepon rumah, jenis lantai, maupun akses listrik tidak serta merta bisa dijadikan tolok ukur kesejahteraan.
“Ketika indikator yang sifatnya teknis dipaksa menjadi angka, maka potensi bias tidak terhindarkan. Akibatnya, masyarakat yang rentan kehilangan kesempatan memperoleh bantuan,” cetusnya.
Selain mendesak pembaruan metode, ia menekankan pentingnya perhatian pada petugas BPS lapangan. Ia menilai para petugas merupakan garda terdepan dalam keberhasilan pengumpulan data, namun status kerja mereka masih abu-abu.
Ia pun mendorong pemerintah agar membuka jalan bagi pengangkatan petugas BPS di daerah menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).
“Dengan status yang lebih jelas, para petugas akan bekerja lebih optimal dan terlindungi, sekaligus menjamin data yang dihasilkan lebih akurat dan berkesinambungan,” tukasnya.
OLAHRAGA | 14 jam yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 2 hari yang lalu
EKBIS | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu
OLAHRAGA | 1 hari yang lalu