Buruh Ungkap Poin-poin RUU Ketenagakerjaan yang Diserahkan ke DPR

Oleh: Ahda Bayhaqi
Selasa, 30 September 2025 | 14:27 WIB
Pimpinan DPR Terima Draf RUU Ketenagakerjaan dari Koalisi Serikat Pekerja. (BeritaNasional/Ahda)
Pimpinan DPR Terima Draf RUU Ketenagakerjaan dari Koalisi Serikat Pekerja. (BeritaNasional/Ahda)

BeritaNasional.com - Wakil Presiden Partai Buruh Said Salahuddin menjabarkan poin-poin pikiran dalam draf RUU Ketenagakerjaan yang dibuat oleh Presidium Koalisi Serikat Pekerja-Partai Buruh. Draf yang diserahkan kepada DPR RI itu memiliki 17 isu baru.

"Tentang pokok-pokok pikirannya, setidaknya ada 17 isu baru yang kami tuangkan di sini dan diharapkan bisa diatur," ujar Said dalam audiensi dengan pimpinan DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/9/2025).

Di antaranya, pertama mengenai kelompok pekerja buruh yang belum mendapat perlindungan dan pemenuhan hak. Yaitu pekerja platform digital, termasuk ojek online, kurir online, sampai kreator konten.

"Karena mereka seolah dianggap bukan pekerja, padahal sesungguhnya mereka tergolong sebagai pekerja karena ada pemberi kerja," jelas Said.

Kemudian, RUU Ketenagakerjaan baru diminta mengatur perlindungan pekerja medis dan kesehatan yang belum mendapatkan perlindungan dari undang-undang mana pun.

Selanjutnya, pekerja pendidikan, tenaga pendidik, dan kependidikan. Bahkan di level kampus sudah tumbuh serikat pekerja tenaga pendidik.

Ada juga awak kapal yang perlu dilindungi melalui undang-undang. Said mengatakan nasib para awak kapal saat ini sebagian diatur dalam Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri, padahal perlu juga dilindungi undang-undang.

Pokok pikiran RUU Ketenagakerjaan selanjutnya adalah mengenai larangan calo tenaga kerja. Buruh meminta praktik percaloan untuk pencarian tenaga kerja dilarang.

"Lalu, ada pelatihan vokasi sebagai ide baru, kami barangkali juga Pak Menteri tenaga kerjaan bisa menjadi atensi, selama ini tumpang-tindih antara pelatihan kerja, pemagangan yang semua bercampur, yang ujung-ujungnya adalah pengusaha berusaha untuk menghindar dari tanggung jawabnya kepada buruh," jelas Said.

Lebih lanjut, ia meminta agar masalah pemagangan diatur. Sebab, banyak pemagang yang hanya diupah ongkos. Bahkan, pemagang bekerja menggantikan pekerja di perusahaan agar bisa dibayar dengan upah murah.

"Oleh sebab itu, kerangkanya adalah pelatihan kerja di undang-undang ketenagakerjaan nanti yang baru, itu hanya boleh untuk pekerja buruh, maka dia harus ada hubungan kerja, soal apakah dilaksanakan oleh perusahaan, oleh pemerintah, oleh swasta di dalam negeri di luar negeri itu, kami ada uraiannya di sini, tapi dia harus dibatasi dulu," jelas Said.

Ia juga meminta RUU Ketenagakerjaan mengatur bahwa magang hanya untuk siswa didik untuk memenuhi kurikulum pendidikan. Misalnya, pemagang dari SMA, SMK, universitas diberikan batasan paling lama 3 bulan.

"Tetapi di situ konteksnya itu dia belajar ya, bukan untuk kepentingan si pengusaha, bukan si pemberi kerja, tapi untuk dia meningkatkan nilai misalnya untuk CPL tadi, itu kategori yang kedua," jelasnya.

Buruh juga mengusulkan agar calon pencari kerja dan tenaga kerja yang belum mendapat pekerjaan atau yang telah menyelesaikan pensiun atau terkena PHK diberi pelatihan baru atau pelatihan vokasi.

"Jadi, pelatihan vokasi untuk tenaga kerja yang tidak memiliki hubungan kerja, pemagangan khusus siswa didik, karena untuk kepentingan kurikulum tadi, sedangkan yang untuk pekerja buruh adalah yang pelatihan kerja. Ini penting untuk dari awal itu dibedakan," ujar Said.

RUU Ketenagakerjaan juga diminta memuat larangan penahanan dokumen pekerja karena maraknya kasus ijazah ditahan oleh perusahaan.

Buruh mengusulkan diatur hak mengajukan sita jaminan kepada pengusaha. Jika perusahaan dinyatakan pailit, ada cadangan dana untuk pesangon kepada pekerja yang diberhentikan.

"Pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan, ini bukan outsourcing, jadi yang lebih dalam subkontrak, itu kan supaya dia bisa menjamin hak dari pekerjanya, maka sejak awal perusahaan atau pemberi kerja yang menyerahkan sebagian pekerjaannya kepada perusahaan pemborongan tadi itu, dia harus menyiapkan dana untuk persiapan nanti apabila ada terjadi PHK gitu. Jadi dia enggak bisa lepas tangan seenaknya saja," ujar Said.

Kemudian, pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) wajib diberikan pesangon perlu diatur dalam RUU Ketenagakerjaan.

Buruh juga meminta RUU Ketenagakerjaan melarang sistem outsourcing. Pekerja harus menjadi PKWT.

"Jadi, yang diperbolehkan hanya adalah penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan yang disebut perusahaan pemborongan. Sistem-sistem lain seperti kemitraan, sistem harian lepas, dan sebagainya harus dinyatakan secara tegas sebagai sistem yang dilarang dalam UU ketenagakerjaan yang baru," ujar Said.

Ia juga meminta larangan tenaga kerja asing yang tidak melalui Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau RPTKA.

"Itu masih ada yang terjadi padahal itu tidak boleh, putusan MK melarang, yang boleh misal tanpa RPTKA kan hanya direksi atau komisaris asing, tapi tenaga kerja yang bekerja pada perusahan dia tetap pakai RPTKA," ujar Said.sinpo

Editor: Tarmizi Hamdi
Komentar: