BGN Disarankan Perkuat Pengendalian Mutu Bahan MBG, Ini 8 Hasil Kajian Ombudsman

BeritaNasional.com - Ombudsman RI (ORI) menyarankan agar Badan Gizi Nasional (BGN) memerkuat pengendalian mutu bahan program Makan Bergizi Gratis (MBG) seiring dengan beberapa kasus keracunan yang terjadi belakangan ini usai mengonsumsi MBG.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan BGN perlu memerlakukan sistem daftar periksa untuk pemeriksaan seluruh barang yang masuk di setiap satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), disertai kewajiban melakukan uji mutu sampel pada setiap pengiriman.
"Dalam hal ini, sertifikasi BPOM diperlukan bagi setiap mitra supplier SPPG," ucap Heka dalam Konferensi Pers Penyampaian Hasil Kajian Cepat Pencegahan Malaadministrasi dalam Penyelenggaraan Program MBG di Jakarta.
Menurutnya SPPG yang ada saat ini hanya menerima satu supplier atau pemasok utama yang telah tersertifikasi. Pemasok disebutnya bukan merupakan kategori UMKM.
"Untuk lebih dapat menyasar pelibatan UMKM secara langsung, maka perlu pembinaan dan pendampingan UMKM agar memenuhi sertifikasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam penyediaan bahan baku SPPG"
Selain itu perlu ditetapkan ambang toleransi deviasi kualitas misalnya maksimal 5% serta diterapkan mekanisme evaluasi kepatuhan pemasok.
"Pemasok yang secara berulang melanggar spesifikasi harus diberikan sanksi tegas berupa pencantuman dalam daftar hitam (blacklist) secara otomatis," tuturnya.
Dari hasil kajian Ombudsman, dia mengungkapkan setidaknya delapan masalah utama dalam penyelenggaraan program MBG. Pertama, kesenjangan yang lebar antara target dan realisasi capaian.
Kedua, maraknya kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah. Ketiga, permasalahan dalam penetapan mitra yayasan dan SPPG yang belum transparan serta rawan konflik kepentingan.
Masalah keempat yakni keterbatasan dan pemetaan sumber daya manusia, termasuk keterlambatan honorarium serta beban kerja guru dan relawan. Kelima, ketidaksesuaian mutu bahan baku akibat belum adanya standar batas kualitas penerimaan (acceptance quality limit) yang tegas.
Kemudian permasalahan keenam, yaitu penerapan standar pengelolaan makanan yang belum konsisten. Ketujuh, distribusi makanan yang belum tertib dan masih membebani guru di sekolah.
Kedelapan, sambung Yeka, sistem pengawasan yang belum terintegrasi, masih bersifat reaktif, dan belum sepenuhnya berbasiskan data.
"Kedelapan permasalahan tersebut menimbulkan risiko turunnya kepercayaan publik, bahkan telah memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat," ucapnya,
Merujuk pada kedelapan permasalahan yang ditemukan pada penyelenggaraan MBG, Ombudsman pun menemukan empat potensi malaadministrasi utama pada penyelenggaraan program tersebut, yakni penundaan berlarut, diskriminasi, tidak kompeten, serta penyimpangan prosedur dalam pengadaan bahan. (Antara)
GAYA HIDUP | 19 jam yang lalu
OLAHRAGA | 12 jam yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 21 jam yang lalu
PERISTIWA | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
HUKUM | 1 hari yang lalu
PERISTIWA | 2 hari yang lalu
GAYA HIDUP | 2 hari yang lalu
OLAHRAGA | 14 jam yang lalu