Pembahasan RUU Sisdiknas Dipastikan Transparan

Oleh: Sri Utami Setia Ningrum
Selasa, 28 Oktober 2025 | 12:30 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. (BeritaNasional/istimewa)
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih. (BeritaNasional/istimewa)

BeritaNasional.com -  Penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dilakukan secara terbuka dan melibatkan publik. Hal ini agar dapat menjawab kebutuhan riil masyarakat di bidang pendidikan.

Pernyataan ini disampaikan anggota Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih, Senin (27/10/2025). 

“Kami menerima aspirasi dan masukan dari berbagai pihak, baik kampus, ormas, maupun kementerian/lembaga agar UU Sisdiknas ini benar-benar menjadi solusi bagi persoalan pendidikan di Indonesia, termasuk dari keluarga besar PGRI Jawa Tengah,” terangnya. 

Fikri menjelaskan, RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga undang-undang utama, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Pendekatan kodifikasi tersebut, kata dia, lebih bersifat sistematis, konsisten, dan menyeluruh.

“Secara yuridis, urgensi penyusunan RUU ini juga didorong oleh adanya beberapa norma dalam UU Sisdiknas yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi yang memerintahkan bahwa wajib belajar minimal pada pendidikan dasar dilaksanakan di sekolah negeri maupun swasta tanpa memungut biaya,” terangnya. 

RUU Sisdiknas yang sedang difinalisasi itu dirancang terdiri atas 42 bab dan 261 pasal, dengan 74 pasal merupakan materi muatan baru.

Beberapa pengaturan penting di dalamnya mencakup perubahan ketentuan wajib belajar dari sembilan tahun menjadi 13 tahun serta penyempurnaan aturan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan.

RUU itu juga memberikan perhatian terhadap kesejahteraan pendidik mencakup perlindungan hukum, keselamatan kerja, dan peningkatan kesejahteraan guru, termasuk guru PAUD, baik di sekolah negeri maupun swasta.

Selain itu, rancangan undang-undang ini menegaskan posisi pendidikan keagamaan dan pesantren sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional, yang wajib mengacu pada UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.

Materi muatan baru lainnya mencakup penyempurnaan pendanaan pendidikan melalui kebijakan afirmasi bagi daerah terdepan, terluar, tertinggal, dan marginal. RUU juga mengatur penyelenggaraan pendidikan inklusif serta perlindungan terhadap kekerasan, diskriminasi, dan kejahatan di lingkungan satuan pendidikan.

Dukungan terhadap sekolah swasta dan madrasah pun turut menjadi perhatian melalui mekanisme pendanaan yang adil, penguatan sarana prasarana, serta peningkatan kualitas guru. Pembahasan lain juga mencakup penataan pendidikan kedinasan dan perguruan tinggi kementerian/lembaga (PTKL), serta upaya digitalisasi pendidikan untuk mendorong pemanfaatan teknologi informasi. (Antara)sinpo

Editor: Sri Utami Setia Ningrum
Komentar: